Tuesday, December 08, 2015

Freeport, Indonesia dan Dagelan Para Tikus Bodoh












Minggu-minggu terakhir ini publik Indonesia dibuat heboh dengan laporan atau pengaduan Menteri Sudirman Said ke MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) DPR terkait rekaman pembicaraan antara Setya Novanto (Ketua DPR), Maroef Sjamsoeddin (Direktur Freeport Indonesia) dan  Riza Chalid seorang pengusaha.  Pasalnya dalam rekaman tersebut Novanto dan Chalid mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk meminta sejumlah saham Freeport.

Bagi saya dan mungkin juga bagi Anda dan banyak orang lain, ini adalah dagelan dari sejumlah orang bodoh yang serakah, menjijikkan, tidak peduli pada wibawa dan kedaulatan bangsa dan semata-mata mencari keuntungan untuk diri sendiri. 

Jika Setya Novanto bisa berpikir jernih, bersih dan jujur, maka dia tentu tidak akan mencoba mengambil keuntungan dari situasi kacau ini.  Sebaliknya harusnya Novanto berpikir kritis, apa yang sdh didapatkan oleh Freeport selama ini, apa yang sudah didapatkan oleh rakyat Indonesia, bagaimana kekayaan tambang Grassberg ini bisa lebih besar lagi memberi kontribusi bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Ada beberapa hal menarik yang sebetulnya sangat penting menjadi perhatian kita semua (tapi mungkin kita luput melihatnya, karena kita sibuk mengamati dagelan tidak lucu dari Setya Novanto dan Sudirman Said).

1. Freeport secara jelas mengancam Indonesia, jika kontrak tidak diperpanjang akan membawa perkara ini ke arbitrase internasional.
2. Dari rekaman pembicaraan antara Novanto dan Chalid juga jelas disebutkan bhw Jokowi akan jatuh (atau dijatuhkan ?) jika berani menghalangi perpanjangan kontrak Freeport.
3. Sudirman Said sebagai pihak yg mengadukan Setya Novanto ke MKD DPR juga bukan orang bersih, terbukti bahwa Sudirman telah mengirimkan surat ke Freeport yang mengindikasikan dukungan Said ke Freeport, hal yang tdak layak dilakukan oleh pemerintah, yang seharusnya mendahulukan kepentingan rakyat.
4. Jika Jokowi cerdas, beliau harus menertibkan jajaran kabinetnya agar secara tegas dan jelas dengan satu suara membuktikan keberpihakannya kepada rakyat. Jangan sampai di antara jajaran menterinya satu sama lain membuat pernyataan yang saling bertentangan.
5. Jika Jokowi cerdas dan berniat tulus, beliau harus membuat strategi menghadapi Freeport ini, jika kontrak karya tdk diperpanjang, apakah pemerintah Indonesia sdh siap menghadapi tuntutan Freeport di arbitrase internasional ?  Perlu diingat bahwa tidak mustahil selama kerja sama ini Freeport sudah "diperas" oleh pemerintah atau para oknum aparat pemerintah, hal ini bisa menjadi amunisi bagi Freeport untuk memenangkan kasus di arbitrase internasional.

Singkat kata, jelas sekali bahwa pemerintah (Jokowi dan para menterinya) serta DPR dan segala perangkat pendukungnya saat ini sudah salah fokus dan gagal bersikap bijak menghadapi masalah Freeport ini. Bukan hanya Setya Novanto dengan aksinya yang tidak tahu malu tapi Sudirman Said juga telah melakukan hal yang tidak kalah buruknya.   Inilah dagelan para tikus.
  

No comments:

Post a Comment