Wednesday, November 12, 2008

Perang melawan pornografi, perang melawan korupsi ?

Apa sebetulnya penyakit paling parah dari bangsa ini ? pornografi atau korupsi ? pornografi merusak akhlak tapi korupsi merusak segala-galanya (termasuk akhlak). Jadi perang melawan korupsi seharusnya didahulukan sebelum kita bicara perang melawan pornografi.

Ribut-ribut pro dan kontra RUU Pornografi selesai begitu RUU ini disahkan "secara sepihak" oleh DPR. Tanpa mempedulikan berbagai masukan dan keberatan dari banyak elemen masyarakat, kekhawatiran disintegrasi bangssa dan sebagainya....

Saya pribadi melihat peristiwa ini sebagai dagelan politik, mungkin ada agenda tertentu yg diskenariokan dalam jangka panjang. Kenapa saya berpikiran demikian ?, karena saya tidak melihat urgensi pengesahan UU ini dalam jangka waktu dekat. Dan pula memang bukan di situ letak permasalahannya.

Saya menentang pornografi. Sebagai seorang ayah dari dua anak laki-laki yang masih duduk di bangku SD, terus terang saya tidak ingin anak-anak saya mengenal dunia sex dengan cara yang salah. Melalui media yg mengumbar percabulan dan hawa nafsu syahwat. Tapi saya juga tidak setuju dengan tindakan represi negara yang masuk terlalu jauh ke dalam wilayah privat warga negara. Negara tidak berhak mengatur bagaimana seseorang berpakaian dan menampilkan dirinya. Tambahan pula masalahnya memang bukan di situ.

Bila kita mau jujur, ancaman pornografi datang dari komersialisasi VCD-VCD porno yang dijual bebas di sembarang tempat atau dari situs Internet, dan bukan dari bagaimana seorang perempuan mengenakan baju di depan publik.

Pornografi dibuat oleh laki-laki, dengan standar khayalan laki-laki dan untuk konsumsi laki-laki, pada umumnya merendahkan perempuan sebagai objek pemuas nafsu.

Bila pornografi merendahkan perempuan, lalu kenapa mayoritas penentang RUU ini justru perempuan (termasuk GKR Hemas, Permaisuri Sultan HB X) ? Saya kira karena konsep RUU ini tidak jelas, yang katanya hendak melindungi bangsa dari pornografi tapi aturan-aturanya masuk terlalu jauh ke dalam wilayah privat perempuan (yang hendak dilindungi tadi).

Sekali lagi bila mau jujur, ancaman pornografi terutama muncul dari penyebaran material VCD-VCD porno, yang sekali lagi bila kita jujur, bisa tersebar luas kemana-mana karena kontrol yang lemah dari aparat kepolisian yang korup. Jika saja ada kemauan dari pihak aparat kepolisian untuk secara konsisten memberantas peredaran VCD dan majalah porno, pelacuran dan kejahatan susila lainnya, maka saya yakin itu sudah lebih dari bagus sebagai tindakan memerangi pornografi. Pertanyaan saya: apakah itu sudah dilakukan ?

Pertanyaan terakhir sama dengan pertanyaan di awal: manakah lebih penting: memerangi pornografi atau memerangi korupsi ?