Sunday, July 07, 2013

Belajar dari Malaysia (2)

Saya tidak ingin meremehkan bangsa sendiri, apalagi jika kita bicara tentang Malaysia, yang bagi sebagian orang dianggap sebagai "musuh".  Namun data historis dan fakta menunjukkan bahwa tidak ada salahnya kita rendah hati dan mengakui bahwa Indonesia perlu dan bisa belajar banyak dari Malaysia.  Kenapa Malaysia ? karena ada sangat banyak kesamaan antara Indonesia dengan Malaysia (sama-sama negara berkembang, sama-sama ras Melayu, sama-sama negara bekas jajahan, sama-sama mayoritas Muslin, sama-sama di Asia Tenggara, sama-sama beriklim tropis dsb).

Harian Kompas, edisi Jumat, 5 Juli 2013 lalu memuat satu berita yg menarik perhatian saya.  Malaysia bertekad menjadi negara maju pada 2018, dua tahun lebih cepat dari target semula tahun 2020.  Jujur saja, berita ini langsung menyita perhatian saya, beda sekali reaksi saya dengan beberapa waktu pada saat membaca berita SBY mencanangkan Visi Indonesia 2030.

Sekali lagi bukan bermaksud merendahkan kemampuan bangsa sendiri, tapi kita harus jujur dan berbesar hati mengakui kondisi kita saat ini.   Saya tidak ingin terjebak dalam debat tentang mampu atau tidak kita mencapai cita-cita tersebut.  Tapi kita punya satu pertanyaan yang bersama-sama perlu kita jawab.

Pertanyaannya adalah: dengan cara apa kita mau mencapai cita-cita tersebut ? prasyarat apa yg harus dipenuhi ?  tantangan terberat apa yg dihadapi ?  sikap mental seperti apa yg harus dimiliki oleh bangsa kita (terutama oleh para pemimpin, aparat keamanan, politisi, anggota DPR dsb).

Jujur saja.... sekali lagi jujur saja.... kalau saya melihat kondisi bangsa kita saat ini, saya tidak yakin cita-cita mulia Bapak Presiden SBY tentang Indonesia Maju pada tahun 2030 bisa tercapai.

Pertama, lihat saja, bagaimana korupsi menggerogoti bangsa ini, korupsi di mana-mana, mulai dari tingkat tertinggi sampai rakyat miskinpun korupsi. Celakanya lagi hukum mandul terhadap korupsi.  Koruptor dihukum ringan, diberi remisi pula.  Koruptor tidak disita hartanya, tapi malah jadi bintang di televisi (misalnya Angelina Sondakh), hukuman seorang yg korupsi milyaran rupiah, tidak beda jauh dari hukuman terhadap seorang pencuri sandal.

Kedua, mental aparat kepolisian yang korup.  Kasus yang paling hangat dan masih dalam proses adalah kasus pengadaan simulator oleh Korlantas Polri.  Aneh bin Ajaib bahwa seorang Jenderal polisi bintang satu bisa punya harta milyaran rupiah, mobil dan rumah dimana-mana.  Kasus ini mengingatkan beberapa tahun yang lalu ramai menjadi berita sejumlah petinggi kepolisian yg mempunyai rekening gendut (kekayaan milyaran rupiah).  Bahkan belum lama ini ada berita seorang Bintara polisi di Papua dengan kekayaan hingga Rp 1,5 Trilyun.  Terakhir ada kasus penangkapan dua perwira polisi di Markas Besar Polri membawa uang Rp 200 Juta, diduga hendak menyuap seorang petinggi kepolisian untuk keperluan mutasi dan promosi.

Ketiga, mencapai cita-cita yg tinggi tidak mudah, tidak ada jalan pintas, tidak ada cara instan, yg dibutuhkan adalah etos kerja keras, tekun, rajin, tangguh.  Bagaimana bangsa ini mau menuju ke pencapaian yang tinggi jika kita manja, mau hidup enak, mau kaya dengan cara mudah dan cepat, boros, menghambur-hamburkan uang dsb.   Ini fakta, bahwa bangsa kita banyak memboroskan uang untuk hal-hal yg tidak primer sifatnya, contoh sederhana saja, untuk pelantikan gubernur Jawa Tengah dianggarkan Rp 1 Milyar.  Contoh lain berapa anggaran untuk gaji dan tunjangan para anggota Dewan yg terhormat (silakan googling sendiri), belum lagi anggaran untuk studi banding keluar negeri.  Itu hanya dua contoh yg saya tampilkan, silakan Anda perluas sendiri ke aspek yang lain, saya yakin ada banyak sekali bukti & fakta.

Keempat, mencapai cita-cita tinggi, kita harus punya rencana detail, ada tahapan dan ada indikator keberhasilannya. Jujur saja, apakah kita pernah punya rencana yg detail, lengkap, terukur ?  Tidak usah dalam skala nasional, dalam skala lokal saja di tingkat propinsi, DKI Jakarta, soal banjir sudah puluhan tahun tidak tersolusi, hal yg sama dengan macet.  Sekarang ini, hujan sepuluh menit saja, jalanan sudah tergenang, saluran pembuangan air mampet semua, sungai penuh sampah, sementara di hulu daerah Bogor, Puncak dan Cianjur, pohon ditebang untuk dibuka lahan tempat membangun Villa milik para petinggi dari Jakarta. Daerah resapan air ditutup dengan beton dan aspal.  Rencana apa yg sudah pernah dibuat untuk mengatasi banjir dan macet di Jakarta ?  bagaimana rencana itu dilaksanakan ?

Kelima, seluruh elemen bangsa harus bersatu padu, bahu membahu untuk mencapai cita-cita kita, visi akan negara yg maju dimana masyarakatnya hidup aman, nyaman adil dan sejahtera.  Hal itu hanya bisa dicapai jika kita fokus mengarahkan segala sumber daya dan energi kita untuk membangun peradaban tersebut.  Bagaimana kondisi kita saat ini ?   Jangankan bersatu dan sinergi,


bersambung