Tuesday, August 31, 2010

Apa yang Anda pikirkan, Tuan ? (2)

Posting saya yg terakhir sebelum ini dengan judul yg sama, membuat saya merasa surprised. Pertama karena ada yg memberi komentar, meski dengan nada sinis, terima kasih kepada Sdr. yella ojrak.

Kedua, karena ada satu artikel di Harian Kompas edisi Senin, 30 Agustus 2010 yg menguatkan opini saya. Artikelnya berjudul Diplomasi Tumpul, ditulis oleh Kiki Syahnakri (Letnan Jenderal Purnawirawan, Ketua Bidang Pengkajian Persatuan Purnawirawan AD).

Untuk ringkasnya saya kutip saja paragraf ketiga dari terakhir dari tulisan Jenderal Syahnakri sbb:
Dalam kasus aktual dengan Malaysia, tidak bisa lagi kebijakan dan langkah penanganan diserahkan kepada para pejabat kementerian yang justru saling menampik dan menyalahkan. Lemahnya koordinasi antarpejabat tinggi justru menguak kelemahan bangsa dan negara keluar. Saatnya Presiden sebagai kepala negara tampil menunjukkan kewibawaan bangsa, menunjukkan sikap dengan tak sekadar mengedepankan kesantunan berkata- kata, tetapi juga penuh ketegasan, kejelasan, ketajaman, dan kekuatan karakter.

Paragraf terakhir dari tulisan Jenderal Syahnakri juga menarik bagi saya:
Ketiga, perlu sungguh-sungguh melakukan pembenahan di dalam negeri, terutama peningkatan kekuatan pertahanan, setidaknya pemerkuatan pengamanan di wilayah perbatasan dengan Malaysia. Perlu percepatan untuk memodernisasi alutsista militer kita karena sudah tertinggal jauh dibandingkan negara tetangga sehingga tidak lagi memancarkan deterrent power.

Paragraf terakhir ini perlu digaris-bawahi, peningkatan kekuatan pertahanan hanya bisa dilakukan jika negara punya cukup kekuatan ekonomi. Dan kekuatan ekonomi hanya bisa dicapai jika sumber-sumber daya alam dan sumber-sumber ekonomi kita dikelola dengan baik dan bersih, dan bukan dengan korupsi, kolusi dan penyalahgunaan kekayaan negara untuk kepentingan sekelompok elite penyelenggara negara.

Bagaimana tanggapan Anda, Tuan ?

Friday, August 27, 2010

Apa yang Anda pikirkan, Tuan ?

Kadang-kadang saya berandai-andai, apa sih yang dipikirkan oleh Presiden kita pak SBY. Apa yang menjadi fokus pikirannya, apa yg menjadi keprihatinannya. Bagaimana opini beliau, misalnya melihat daya saing industri lokal kita yg semakin merosot dengan diterapkannya ACFTA (ASEAN China Free Trade Area). Atau misalnya bagaimana reaksi beliau terhadap maraknya ledakan tabung gas, yg sudah merenggut nyawa puluhan orang. Atau misalnya tentang seorang bocah yg nekat bunuh diri karena ingin sekolah tapi orang tuanya tidak mampu.

Tentu banyak pertanyaan saya tidak terjawab, karena tidak mungkin Presiden memberikan pernyataan atas seluruh isu yg beredar di masyarakat. Tapi menurut saya ada sejumlah isu yg sangat krusial yg harus ditanggapi langsung oleh Presiden, misalnya (sekali lagi menurut saya) isu rekening gendut para Jenderal Polisi. Kenapa harus Presiden turun tangan ? karena tidak ada satupun institusi hukum di Indonesia yg punya wewenang dan keberanian untuk mengusut kasus ini. Di lain pihak kasus ini tetap harus diusut, karena Polisi sekalipun tidak berdiri di atas hukum. Sekali lagi menurut saya, Presiden harus turun tangan, karena hanya beliau yg secara hukum berwenang, karena POLRI berada dibawah Presiden dan bertanggung-jawab kepada Presiden.

Isu lain misalnya adalah sengketa Indonesia - Malaysia. Sekali lagi menurut saya Presiden harus menunjukkan sikapnya. Kenapa ? Karena persoalan Indonesia - Malaysia ini sudah menyangkut harga diri bangsa Indonesia, bertahun-tahun kita dilecehkan dan diinjak-injak oleh Malaysia, dan kita diam saja ? Tidak cukup hanya DEPLU yg membuat pernyataan protes, jika perlu tarik sementara Duta Besar Indonesia dari Malaysia.

Sering saya berharap-harap Presiden SBY mengeluarkan pernyataan tegas atas berbagai isu penting menyangkut bangsa ini, tapi harapan saya menjadi harapan kosong saja. Alih-alih menyatakan sikapnya, Presiden SBY (mungkin) malah asyik menggubah lagu memetik gitar, atau menerbitkan buku untuk anak-anaknya.

Bagaimana Presiden berpikir semakin menjadi tanda tanya bagi saya ketika membaca berita di Kompas, tanggal 24 Agustus 2010, Presiden SBY menilai para menterinya lambat merespons isu yg berkembang di masyarakat. Demikian antara lain ditulis oleh Kompas: Presiden meminta para menteri tidak tinggal diam, bersembunyi, atau tak mau repot untuk menjelaskan kebijakan pemerintah yang harus mereka pertanggungjawabkan. Presiden mengingatkan, tak semua isu harus dijelaskan Presiden. Sebagian isu akan lebih tepat dijelaskan dan dikomunikasikan menteri kepada masyarakat.

Saya setuju bahwa tidak semua isu harus dijelaskan oleh Presiden. Tapi saya kira Presiden juga harus terlebih dahulu kritis dan peka. Ada isu-isu tertentu yang bahkan seorang menteripun tidak akan berani berkomentar, karena memang bukan menjadi otoritasnya. Jika mereka berani berkomentar justru akan menjadi tanda tanya karena dinilai melewati batas kewenangannya. Itulah isu Rekening Jenderal Polisi dan sengketa Indonesia - Malaysia.

Seandainya Tuan membaca posting ini, apa yang Anda pikirkan, Tuan ?

Monday, August 23, 2010

Dibutuhkan Itikad Baik yang Tulus












Jika Anda tinggal di Jakarta, tentu Anda akan merasakan sendiri betapa saat ini kondisi lalu lintas di Jakarta sungguh tidak layak. Kemacetan terjadi hampir di semua tempat dan sudah sampai pada level yang "tidak masuk di akal".

"Tidak masuk di akal" dalam arti bahwa tidak dapat dimengerti bahwa tingkat kemacetan sudah sampai seburuk ini tapi masih belum ada tindakan nyata dari Pemerintah. Solusi Bus TransJakarta dengan jalur khusus yg disebut Busway, menurut saya tidak banyak membantu, malah menambah kemacetan. Karena jalur yg digunakan busway bersifat dedicated, tidak boleh lagi digunakan kendaraan umum atau pribadi lainnya. Di lain pihak, jumlah busnya juga tidak cukup banyak, penumpang berjubel, dan ... tentunya membuat jalan yg sdh dialokasikan untuk busway menjadi tidak terutilisasi secara efisien.

Jika kita telaah lebih jauh, kerugian yg ditimbulkan akibat kemacetan sungguh besar, mulai dari pemborosan energi BBM, polusi udara, tingginya kecelakaan dsb. Koran Seputar Indonesia edisi 9 Agustus 2010 menyebut bhw menurut studi Yayasan Pelangi pada 2005, angka kerugian ekonomi yg diderita akibat kemacetan di Jakarta senilai Rp 12,8 Trilyun pertahun yg mencakup nilai waktu, biaya bahan bakar dan biaya bahan bakar.

Pada edisi yg sama, Seputar Indonesia menyebutkan bahwa dibutuhkan "kebijakan yg radikal untuk mengatasi kemacetan di Jakarta". Saya tidak sependapat dg gagasan ini, menurut saya yang dibutuhkan adalah "itikad baik yg tulus", sesederhana itu ?

"Itikad baik yg tulus" adalah satu hal yg sederhana saja tapi datang dari dalam hati yg tulus dengan niat mulia untuk mengatasi satu masalah yg dihadapi bersama. Tidak dibutuhkan aturan macam-macam atau teknologi yg canggih, tidak perlu monorail segala macam. Sudah jelas bahwa solusi masalah kemacetan ini adalah penyediaan transportasi massal.

Pertanyaannya adalah transportasi massal type apa yg layak di Jakarta ?. Kereta bawah tanah jelas tidak mungkin karena biayanya kelewat tinggi. Apakah monorail cocok ? saya tidak yakin, selain teknologinya baru bagi kita, kereta monorail juga belum bisa diproduksi sendiri.

Kenapa kita tidak berpikir untuk mengoptimalkan teknologi KRL yg sdh digunakan saat ini untuk jalur Jakarta-Bogor-Bekasi ? selain teknologinya sederhana, kita sudah mampu memproduksi sendiri kereta ini. Pengadaan kereta produksi dalam negeri selain akan mendorong tumbuhnya industri lokal, juga akan banyak menghemat devisa.

Pada edisi tersebut, Seputar Indonesia juga menyebutkan bhw angka pertambahan kendaraan bermotor di Jakarta adalah 240 unit mobil dan 890 unit sepeda motor setiap hari. Saya kira ini satu angka yg mengerikan, bagaimana dapat dibayangkan kondisi lalu lintas di Jakarta satu, dua atau tiga tahun ke depan ? Tidakkah pemerintah tergerak hatinya untuk segera mengambil langkah antisipasi ? tidak perlu jauh-jauh studi busway ke Bogota atau menggunakan monorail seperti di Bangkok, cukuplah menggunakan teknologi sederhana dan kereta listrik buatan Madiun.

Sekali lagi yg dibutuhkan adalah itikad baik yang tulus.