Tuesday, October 21, 2014

Haramkah Pemimpin Non Muslim ?

Seorang kawan memberi saya sebuah buku yang sangat menarik berjudul: "Pemimpin Non Muslim, siapa pro siapa kontra", karangan Muhsin Labib, Penerbit Alinea Books, Jakarta Oktober 2014.

Lepas dari setuju atau tidak, terbitnya buku ini menurut saya merupakan sumbangan besar bagi Indonesia.   Setidak-tidaknya ada alternatif cara berpikir yg berbeda dengan yang selama ini kita yakini.  Cara berpikir yang berbeda tidak perlu ditolak, sebab justru bisa menguji argumen yg kita gunakan saat ini, apakah memang sahih atau tidak.  Sebaliknya bila cara berpikir baru tersebut ternyata benar dan bisa diterima, selayaknya kita berbesar hati menerimanya.

 Ada beberapa pokok pikiran menarik yang bisa saya ambil dari buku ini.
1. arti dan definisi kafir, saya tidak akan menguraikan gagasan tentang  "kafir" yg dibahas di buku ini, saya sekedar ingin mengajak Anda untuk menelaah kembali arti kata tersebut.
2. bahwa "non muslim" belum tentu kafir, sekali lagi saya tidak akan bahas uraian di buku ini, yang pasti pokok pikiran ini terkait erat dengan arti dan definisi kafir yg perlu dipahami.
3. perlu kita pahami, dalam konteks apa Al Quran melarang Umat Muslim mengangkat seorang non muslim atau kafir menjadi pemimpin. Hal ini saya kira penting sekali, sebab saya percaya bahwa Allah tentu punya maksud dengan perintah-perintahNya, dan menjadi tugas kita untuk secara kritis memahami perintah tersebut.
4. bahwa pemimpin dalam relasi horisontal (hubungan antar manusia dalam hidup bernegara dan bermasyarakat) berbeda dengan pemimpin dalam relasi vertikal (umat Muslim dengan Allah).  Yang pertama mengacu pada konstitusi dan UU, yang kedua mengacu pada hukum Agama (Al Quran).

Selebihnya saya ajak Anda untuk membaca lebih detail buku ini dan menemukan sendiri pokok pemikiran yang baru yang bisa jadi bertolak belakang dengan apa yg saat ini Anda pahami.  

Info dari akun Facebook Pemimpin Non Muslim, buku ini sudah bisa diperoleh di Toko Buku Gramedia di Pondok Gede Mall dan Mega Mall Bekasi, atau secara online di belibuku.

Thursday, October 02, 2014

Surat untuk Megawati

Seorang Megawati tentu punya segudang kesibukan yg membuat waktu luangnya menjadi sangat terbatas. Apalagi hanya untuk membaca sebuah blog tak dikenal seperti ini.  Namun demikian saya tetap menulis "surat terbuka" ini. Seandainyapun ibu Megawati tidak membacanya, setidaknya ada beberapa orang (termasuk Anda) yg membaca surat ini, dan Anda bisa menilai tulisan ini, apakah tepat atau tidak.  Mudah-mudahan saja dari sekian banyak anggota dan kader PDI-P, ada satu atau dua orang yg (entah bagaimana) bisa membaca surat ini.

Surat untuk Megawati
  1.  Perkembangan politik di Indonesia akhir-akhir ini membuktikan bahwa sekalipun PDI-P mendapatkan perolehan suara terbanyak pada Pileg 2014, partai Ibu Mega bukan apa-apa. Faktanya DPR dikuasai oleh Koalisi Merah Putih yg dimotori oleh Gerindra dan Golkar.  Kursi Ketua DPRpun besar kemungkinan tidak bisa dipegang oleh PDI-P.
  2. Ibu Mega harus berani mengakui bahwa perolehan suara terbanyak PDI-P pada Pileg lebih karena faktor Jokowi yang diusung sebagai capres oleh PDI-P..  Silakan baca analisa detail di Majalah Tempo (edisi tidak lama setelah penetapan Jokowi sebagai capres).
  3. jika ingin mendapatkan tempat di hati rakyat,PDI P harus konsisten dalam berjuang dan berpihak untuk rakyat, mendukung atau tidak mendukung suatu kebijakan pemerintah itu harus didasarkan pada pertimbangan kepentingan rakyat, bukan pada kepentingan partai.   Sebagai contoh kebijakan kenaikan harga BBM, ibu Mega harus menghitung; kalau kebijakan itu baik bagi kondisi ekonomi negeri ini maka kebijakan tersebut harus didukung, lepas dari siapapun presidennya, entah SBY atau Jokowi.
  4. sudah waktunya ibu Mega memberi kesempatan kepada kader-kader PDI-P untuk maju memegang kepemimpinan di partai Cap Banteng yang ibu pimpin.  Roda kaderisasi akan berhenti jika kader-kader potensial yg masih muda tidak diberi kesempatan untuk tampil ke depan.  Di usia 67 tahun ini, ibu Mega masih melanjutkan memegang posisi Ketua Umum, mudah-mudahan tidak menjadi penghambat proses regenerasi partai.
  5. masih terkait regenerasi, ibu Mega harus ingat bahwa PDI-P adalah milik rakyat, bukan milik keluarga besar keturunan mantan presiden Soekarno, artinya kader yang terbaiklah yg harusnya diberi kesempatan untuk tampil sebagai pemimpin, bukan anak atau keponakan yang tidak kompeten.
  6. terkait dengan Jokowi yang terpilih sebagai presiden, ibu Mega harus ingat bahwa begitu dilantik sebagai presiden, maka Jokowi menjadi milik bangsa ini bukan lagi menjadi kader partai yang bekerja untuk partai.  Selama masa kampanye pilpres ramai sekali digunjingkan bahwa Jokowi hanyalah boneka partai yg bekerja untuk ibu Mega, Anda harus membuktikan bahwa isu tersebut tidak benar. Sekali lagi ibu Mega harus membuktikan posisi PDI-P sebagai partai wong cilik, yang mengabdi untuk kepentingan rakyat dan bukan sebaliknya mengatur presiden sesuai dengan keinginan dan kepentingan ibu Mega dan PDI-P.
  7. ibu Mega harus menjaga betul seluruh anggota DPR dari PDI-P, jangan sampai terlibat dalam tindak korupsi, buktikan bahwa PDI-P tulus bekerja untuk rakyat dan mengabdi kepentingan rakyat, bukan kepentingan partai atau kepentingan ibu Mega.
Jika  ibu Mega berkenan mendengarkan saran-saran saya yg bukan siapa-siapa ini,  saya yakin rakyat (yang sudah semakin cerdas) akan  mencintai ibu dan partai yang ibu pimpin.  Insyaallah pada Pileg mendatang tahun 2019, PDI-P bisa memperoleh suara terbanyak.