Thursday, January 30, 2014

Banjir Besar di Indonesia, satu lagi Kebodohan Yang Dilestarikan

Tahun 2014 diawali dengan banjir besar, tidak hanya di Kampung Pulo, yg setiap tahun memang menerima kiriman banjir dari Bogor, tapi juga banyak lokasi lainnya di Jakarta. Tidak hanya di Jakarta tapi juga di puluhan lokasi lainnya di Indonesia. Bahkan di Menado bukan lagi banjir yg terjadi tapi air bah.   Beberapa lokasi di Jawa Tengah juga mengalami banjir yang sangat parah.

Saya bukan ahli tata kota, juga bukan ahli sumber daya air, bukan insinyur sipil yang paham soal waduk, bendungan atau tanggul air. Saya hanya orang awam biasa. Tapi sebagai orang awam biasa, saya masih bisa memberanikan diri untuk mengatakan bahwa peristiwa banjir besar tahun 2014 ini adalah semata-mata kebodohan kita - tepatnya pemerintah Indonesia -.

Dengan cara pikir "bodo-bodoan" saja, siapapun tahu bahwa banjir terjadi karena permukaan tanah tidak mampu menyerap air hujan yg turun, air yg tidak terserap ini kemudian mengalir ke sungai. Karena debet air yang terlalu tinggi maka sungai meluap sehingga terjadilah banjir. Di beberapa tempat, kondisi saluran begitu buruknya sehingga air terhambat mengalir ke sungai dan menimbulkan banjir.

Pertanyaannya adalah kenapa kemampuan tanah dalam menyerap air rendah, dan semakin rendah dari tahun ke tahun.  Tidak lain tidak bukan, hal itu (dalam pemikiran saya orang awam biasa ini) disebabkan karena alih fungsi lahan, daerah resapan air diubah fungsinya jadi gedung, hutan dibabat habis tanpa sisa dan tidak ada penghijauan kembali.

Tentu penyebab banjir bukan hanya itu, banyak faktor lainnya seperti kebiasaan membuang sampah sembarangan, saluran drainase yang tersumbat dan tidak terawat dan sebagainya. Tapi setidak-tidaknya kita tahu penyebab utama banjir tersebut, yaitu karena adanya kerusakan lingkungan di sekitar kita.

Nah di sinilah (dalam bayangan saya) pemerintah harusnya bertindak cerdas dan cepat, kumpulkan saja para ahli teknik, insinyur sipil dsb dan membuat rencana pengendalian banjir yg komprehensif. Buat target jangka panjang dan target jangka pendek, tentu masing-masing dengan rencana kegiatan yg harus dilakukan.

Buatlah rencana kegiatan mulai dari hal-hal yang sederhana dan bisa dilakukan secara swadaya oleh masyarakat (misalnya kampanye membuang sampah secara tertib dan membuat biopori), lalu kegiatan yg membutuhkan biaya yg lebih besar (misalnya pemilik Villa di puncak diwajibkan menggali sumur resapan), setelah itu baru proyek besar yang membutuhkan anggaran besar yang harus dipenuhi dengan APBD atau APBN (misalnya membangun kanal atau waduk).  Dalam skala yg lebih tinggi lagi, pemerintah harus membuat Undang-Undang misalnya perusahaan pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan) diwajibkan melakukan penghijauan kembali atas hutan yang telah ditebang, tentu dengan penerapan hukum yang tegas.

Terus terang, saya tidak melihat ada itikad baik dan cerdas dari pemerintah untuk mencari solusi komprehensif untuk mengatasi banjir ini.  Sehingga kita tidak perlu heran, bahwa dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan, bencana banjir ini masih akan menimpa kita. 

Itulah kebodohan yang dilestarikan..