Wednesday, September 19, 2012

Pilih Siapa untuk Jakarta

Tanggal 20 September besok adalah hari penting bagi warga Jakarta, karena proses pemilihan gubernur baru.  Tentu ini sangat menarik, karena bagaimanapun Jakarta adalah (diharapkan) barometer bagi kota-kota lain di Indonesia. Kalau Pilkadanya oke dan lancar, serta gubernur yang terpilih nantinya terbukti bisa membawa perubahan dan kemajuan bagi Jakarta dalam lima tahun ke depan, tentu kita boleh berharap hal yang sama untuk kota-kota lainnya.

Namun apa yang terjadi dalam proses Pilkada di Jakarta ini jauh sekali dari yang diharapkan, memprihatinkan dan membuat hati getir (galau kata anak muda jaman sekarang).  Bagaimana tidak, kampanye calon gubernur yang seharusnya menjadi ajang untuk adu visi, misi dan konsep diselewengkan menjadi tempat untuk menyudutkan pihak lainnya dengan isu SARA.  Isu yang kalau menurut Mingguan Tempo, "tidak bermutu" (Majalah Tempo edisi 17-23 September 2012).

Saya setuju sekali, mengusung issue SARA, entah itu agama atau etnis dari salah satu calon sungguh-sungguh tidak bermutu. Sesempit itukah cara kita berpikir ?

Saya ingat sekitar akhir tahun 1998 lalu setelah jatuhnya Soeharto, saya melempar pertanyaan ke teman-teman sekantor, "Kalau ada seorang Cina yang bisa membangun Indonesia sedemikian maju hingga menaikkan nilai tukar Rupiah, 1 Dollar AS setara Rp 2.000.-, relakah kalian orang Cina tersebut menjadi Presiden Indonesia ?".  Aneh bin Ajaib, tak seorangpun berani menjawab YA, lebih tepatnya tak seorangpun yang berani menjawab apapun. Semua hanya terdiam......  (mungkin dalam hati menyesalkan kenapa ada pertanyaan seperti itu).

Saya sekali lagi mengajak Anda merenungkan pertanyaan yang sama tersebut, sebuah perenungan imajiner.

Katakanlah kita hendak memilih pemimpin. Ada dua calon, yang satu seiman dengan kita, pandai, Doktor lulusan negara maju, tapi dia arogan, korup dan tak punya visi.  Calon lainnya beda iman dengan kita, sederhana, hanya Sarjana lulusan lokal, tapi dia jujur, adil, rendah hati, bersih dan transparan, dan yang paling penting punya visi tentang membangun masyarakat (tidak hanya bagian masyarakat yang kaya tapi juga terlebih memikirkan nasib rakyat miskin dan menderita).   Calon mana yang hendak Anda pilih ?

Bagaimana Anda akan menilai aspek "seiman dengan kita" dibandingkan dengan banyak aspek lainnya.  Ini hanya renungan imajiner saja, jadi silakan Anda pikirkan dengan bebas tanpa beban.

Monday, September 17, 2012

Selamat datang di Bumi Indonesia yang Getir

Bagi saya kelahiran adalah selalu kegembiraan. Karena dalam kelahiran selalu ada harapan, keinginan dan doa.  Ketika seorang bayi lahir dan menangis, seketika itu juga diucapkan doa dalam hati orang tuanya. Doa agar anak ini sehat, pintar, berbudi luhur, membawa kegembiraan,.......

Bahkan kelahiran itu sendiri bagi banyak orang adalah jawaban dari doa, dari penantian (yang mungkin) bertahun-tahun lamanya.  Bagi sejumlah orang mungkin kelahiran anak adalah hal biasa dan cepat, namun bagi sejumlah orang lain bisa jadi ada klimaks dari penantian bertahun-tahun dan upaya dan doa tak henti-henti.  Di sini kegembiraan dan kebahagiaan menjadi semakin terasa.



Tidak hanya kelahiran bayi manusia, bagi saya kelahiran hewan sekalipun adalah kegembiraan, terutama hewan-hewan langka, yang dilindungi, hewan-hewan yang menjadi bukti hidup atas kekayaan aneka ragam hayati di Indonesia.  Kelahiran hewan langka menjadi semakin disyukuri jika kita lihat pemerintah negeri ini sudah terlalu sibuk dengan begitu banyak urusan sehingga lupa merawat dan memelihara kekayaan alam kita.

Ucapan selamat disampaikan dengan hati yg getir, prihatin. Ada harapan tapi juga ada kekhawatiran, apakah hidup hewan-hewan langka ini bisa berlangsung lama, adakah cukup perhatian dari kita semua, ada cukup kecerdasan dan kearifan kita untuk sekali lagi mensyukuri anugerah yang tak terkira indahnya ini.

Kenyataan berbicara bahwa di Bumi Pertiwi ini jangankan hewan, bahkan nyawa manusia saja tidak dihargai. Tentu kita masih ingat  berapa orang yang tewas sia-sia pada peristiwa mudik tahun ini. Ratusan orang tewas karena tidak adanya kepedulian pada sesama manusia.  Nasib hewan tentu jauh lebih parah, hewan Anoa yang dilindungi, dagingnya diperjual-belikan secara bebas (foto dari Harian Kompas, 1 September 2012).

 

Monday, September 10, 2012

Senjata Apa, Untuk Siapa

Percaya nggak, Indonesia punya kapal siluman ?   Sabtu, 1 September 2012, saya sempat kaget membaca harian Kompas, bahwa TNI AL baru saja meluncurkan kapal silumannya, yg diproduksi di dalam negeri oleh PT Lundin Industry Invest, Banyuwang, Jawa Timur.

Antara kagum, heran dan bertanya-tanya, itu reaksi saya, saya bukan pengamat militer, namun saya hobby mempelajari hal-ihwal yang terkait militer persenjataa dan sejarah perang.   Dan berdasarkan apa yang saya pahami, banyak hal yang tak jelas bagi saya.

Dua pertanyaan terbesar saya yang bisa menjadi bahan diskusi bagi Anda yang tertarik:
  1. kenapa Indonesia meluncurkan kapal siluman ini, apa urgensinya, apakah memang ada ancaman nyata yang perlu dihadapi dengan kapal perang jenis ini
  2. kenapa Indonesia begitu yakin dengan kapal buatannya sendiri, apakah sudah diuji dan ditest dengan baik, sekedar info saja di dunia saat ini hanya ada satu negara yang mengoperasikan kapal siluman yaitu Amerika Serikat, belum ada satupun negara di luar AS yg mengoperasikan kapal serupa.
Pertanyaan pertama terkait apakah memang Indonesia membutuhkan kapal seperti ini.  Apakah ancaman nyata yang dihadapi Indonesia saat ini ? apakah pencurian ikan, atau ancaman agresi Malaysia merebut sejumlah pulau Indonesia ? atau ancaman dari Cina ?  Saya tidak ingin berdebat kusir, hal-hal seperti ini adalah wewenang Dephankam untuk menjelaskan, mudah-mudahan mereka sudah menjelaskan, hanya informasinya saja yang tidak sampai ke publik.

Jika pertanyaan pertama sudah terjawab dengan baik, barulah kita perlu masuk ke pertanyaan kedua. Yang menjadi keheranan saya, bahwa fakta selama ini Indonesia dikenal tidak begitu menghargai produk dalam negerinya sendiri, selalu cenderung lebih percaya pada produk luar negeri.  Di sinilah keheranan muncul, reaksinya bisa kagum karena keberanian petinggi TNI AL mengambil keputusah untuk percaya pada produk dalam negeri.  Reaksi sebaliknya adalah mempertanyakan kebijakan tersebut, kenapa percaya pada produk dalam negeri yang belum teruji.

Isu senjata ini menjadi semakin hangat dipergunjingkan sejak munculnya kabar TNI AD hendak membeli tank berat (MBT Main Batrle Tank) type Leopard 2 dari Jerman dalam beberapa bulan terakhir.  Pertanyaan yang utama masih sama, apakah urgensinya membeli tank kelas berat itu, apakah memang ancaman nyata yang ada perlu dihadapi dengan tank berat.  Apakah sekedar supaya tidak kalah dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang sudah terlebih dahulu mempunyai tank serupa ?

Bagi saya isu ini menjadi semakin menarik setelah membaca sebuah kolom di majalah Mingguan Tempo, edisi 10-16 September 2012, kolom berjudul "Ruwetnya pengadaan persenjataan TNI" ditulis oleh Djoko Susilo, mantan anggota Komisi Pertahanan DPR 1999-2009.

Betapa ruwetnya proses pengadaan, menunjukkan betapa tidak seriusnya pemerintah (dan tentara) dalam urusan pengadaan persenjataan.  Menurut saya problem terbesar adalah adanya pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan langsung dari proses pengadaan (baca: korupsi), dan pemerintah tidak mampu atau tidak mau mengendalikan proses pengadaan ini dan menjaganya tetap bersih dan transparan.

Saya tidak setuju dengan Djoko Susilo terkait keprihatinannya dengan keterbatasan budjet anggaran pertahanan.  Menurut saya yang terpenting adalah bagaimana budjet yang tersedia digunakan dengan sebaik-baiknya, secara bersih, akuntabel, transparan, terencana.  Yang terjadi saat ini budjet yang sudah kecil dikorupsi pula, jika budjet diperbesar tanpa membuang terlebih dahulu mental korup, maka yang terjadi adalah korupsinya juga semakin besar.