Wednesday, September 14, 2011

Sukacita kelahiran bayi Harimau Sumatra




(gambar dari Harian Kompas, 13 September 2011)

Bagi saya, peristiwa kelahiran selalu merupakan momen yg membahagiakan, sekalipun bukan sanak saudara kita, bahkan "hanya" seekor harimau.

Di tengah berbagai berita yg menyedihkan terkait harimau Sumatra, yg konon sudah hampir punah. Berita kelahiran tiga ekor bayi Harimau Sumatra di Kebon Binatang Medan sungguh membawa kegembiraan bagi saya.

Peristiwa kelahiran membawa semangat baru, bahwa meskipun kita tidak bisa berharap banyak pada pemerintah, tapi masih ada orang-orang yg peduli di luar sana. Semangat baru dan harapan baru, semoga terketuk pintu hati kita untuk mensyukuri anugerah Allah yg begitu indah dan berharga.

Semoga anak cucu kita kelak, masih bisa melihat dan mendengar auman harimau ini, bukan hanya dari cerita dan film.

Thursday, September 08, 2011

Logika berpikir Gumilar




















(foto dari Harian Koran Tempo, edisi 4 September 2011)

Apa jadinya kalau seorang Rektor dari Universitas terkemuka di negeri ini bersama dengan seorang Dirjen Pendidikan Tinggi tidak punya logika berpikir yg runtut dan jelas, tidak bisa menangkap apa yg menjadi aspirasi publik, tidak bisa memahami apa yg dimaksud pihak lain dan kemudian menyampaikan argumentasi yg tdk masuk akal ?

Itulah yg terjadi dengan Gumilar Rusliwa Somantri bersama dengan Djoko Santoso.

Masih terkait kasus pemberian gelar Doctor Honoris Causa ke Raja Arab Saudi. Berita di Harian Koran Tempo tanggal 4 September 2011 melaporkan bahwa pemerintah telah melakukan pengecekan atas pemberian gelar Doctor HC ke Arab Saudi dan menyimpulkan bahwa gelar tersebut tidak mungkin dicabut kembali karena sudah sesuai dengan prosedur yg benar.

Beberapa hal yg perlu dicermati:
1. Bahwa yg menjadi keberatan banyak pihak adalah pemberian gelar ini telah mengingkari rasa keadilan dan kemanusiaan masyarakat, karena begitu buruknya perlakuan yg diterima oleh tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi. Pemerintah Arab Saudi bahkan secara resmi telah menolak tuntutan pemerintah Indonesia agar memberi perlindungan hukum yang pantas kepada para tenaga kerja dari Indonesia.
2. Bahwa tidak pernah sekalipun ada tuntutan kepada Rektor Universitas Indonesia untuk mencabut kembali gelar Doctor HC yg telah diberikan kepada Raja Arab Saudi tersebut. Tidak perlu pintar untuk memahami bahwa hal tersebut mustahil, tentu akan berdampak sangat buruk pada hubungan antar kedua negara.
3. Bahwa yg dituntut dari Rektor Universitas Indonesia adalah permintaan maaf, bahwa tindakannya memberikan gelar tersebut telah menyakitkan hati ribuan tenaga kerja Indonesia yg diperlakukan semena-mena di Arab Saudi (dan dibiarkan saja oleh Pemerintah Indonesia).

Berikut ini logika bengkok dari Gumilar dan Djoko:
1. Klaim Djoko bahwa pemberian gelar ini sdh sesuai dengan prosedur yg berlaku perlu dicek kebenarannya. Coba bandingkan dengan pendapat Prof. Emil Salim (Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) pada artikelnya di Harian Kompas.
2. Seandainya prosedur pemberian itu salah, adalah tidak mungkin mencabut kembali gelar tersebut dari Raja Arab Saudi (yg sudah diantarkan langsung ke Arab Saudi). Apakah pemerintah Indonesia akan melakukan hal tersebut ?
3. Seandainyapun prosedur sdh dianggap benar, maka prosedur itu harus direvisi karena menghasilkan keputusan yg tdk tepat dalam arti mengingkari rasa keadilan dan kemanusiaan masyarakat.
4. Klaim Gumilar bahwa penetapan pemberian gelar sdh diputuskan sebelum dijatuhkannya hukuman mati kepada Ruyati merupakan pernyataan menggelikan. Kasus penindasan hak asasi manusia atas tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi bukan hanya terkait Ruyati saja, masih ada ratusan atau ribuan kasus lainnya. Sehingga ini menjadi argumen yg tidak masuk akal.
5. Seandainya benar klaim Gumilar bhw penetapan sudah dilakukan sebelum hukuman mati kepada Ruyati, maka pertanyaannya kenapa keputusan itu tidak dibatalkan ? perlu dicatat bahwa keputusan hukuman mati Ruyati adalah Mei 2011 dan dieksekusi Juni 2011. Sedangkan penyerahan gelar dilakukan menjelang hari raya Idul Fitri 1432H.

Sampai dengan detik ini saya masih belum bisa memahami logika berpikir Gumilar. Seorang teman bertanya kepada saya melalui pesan singkat sms, apa sih sebetulnya keuntungan atau tujuan Universitas Indonesia memberikan gelar tersebut kepada Raja Arab Saudi ? Satu pertanyaan yg hanya bisa dijawab sendiri oleh Gumilar.

Monday, September 05, 2011

Katakan "TIDAK" pada Gumilar Rusliwa Somantri

Sebetulnya saya tidak ingin menjadikan blog ini menjadi sesuatu yg personal sifatnya. Apalagi melakukan kritik langsung pada orang perorang tertentu.  Tapi harus diakui sejak lama saya menyampaikan banyak kritik langsung kepada pemerintah (baca: presiden).  Karena bagi saya presiden seharusnya menjadi leader yg sesungguhnya. Yang terdepan dan yang pertama mempunyai visi tentang Indonesia yg bersih, jujur, adil dan makmur dan tentu saja berdaulat.

Dalam posting ini saya menyampaikan kritik langsung pada Gumilar Rusliwa Somantri dalam posisinya sebagai Rektor Universitas Indonesia.  Kenapa hal ini begitu penting ?

Karena saya masih berkeyakinan bhw institusi pendidikan tinggi haruslah tetap mempunyai idealisme yg tinggi dalam menjunjung nilai-nilai akademis, kejujuran, demokrasi, kemanusiaan, keadilan.  Jika institusi sekelas Universitas Indonesia saja tidak bisa menjunjung nilai-nilai tersebut, apalagi yang bisa diharapkan dari bangsa ini.  (Kita sudah lama paham bahwa pemerintah termasuk aparat hukum dan keamanan sdh tdk bisa diharapkan lagi, hanya institusi pendidikan yg masih bisa diharapkan).

Terkait dengan pemberian gelar Doctor Honoris Causa untuk Raja Arab Saudi: Abdullah bin Abdul Aziz.  Alasan yg diberikan oleh Gumilar tidak bisa diterima karena tidak masuk akal. Terlebih jika kita kaitkan dengan perlakuan Arab Saudi terhadap puluhan atau ratusan ribu TKI dan TKW Indonesia yg bekerja di Arab Saudi.

Dari berbagai sumber ternyata terkuak bhw kasus pemberian gelar Dr HC kepada Raja Arab Saudi ini hanyalah salah satu saja dari begitu banyak kasus di Universitas Indonesia dibawah kepemimpinan Gumilar, di antaranya seperti diungkap oleh Faisal Basri (Dosen FEUI) adalah pembukaan gerai Starbucks Coffee di Perpustakaan Pusat UI, lalu sikap diam UI menghadapi kasus plagiat yg diduga dilakukan oleh Siti Fadilah.

Mohon maaf lahir batin, Selamat Idul Fitri 1432H







Mohon maaf lahir batin, Selamat Idul Fitri 1432H (karikatur oleh GM Sudarta diambil dari Harian Kompas, 3 September 2011).

Dalam konteks Indonesia, Idul Fitri kali ini (sama dengan tahun-tahun yg telah lewat) masih diwarnai dengan hal-hal yg memprihatinkan. Angka pemudik yg terus meningkat (termasuk angka kecelakaan dan korban tewas), jumlah penduduk arus balik yg lebih besar lagi (ditambah dengan para pemuda pemudi yg baru masuk usia kerja). Antrian kendaraan hingga puluhan kilometer, kemacetan, ribuan penumpang yg terlantar di pelabuhan penyeberangan.

Jika kita menonton TV, hati akan miris rasanya melihat saudara-saudara kita harus menderita begitu besar untuk bertemu dengan sanak saudara di kampung, merayakan Hari Kemenangan setelah berpuasa satu bulan penuh.

Di lain pihak kita juga membaca berita di koran, remisi yg diberikan kepada para narapidana termasuk koruptor kelas kakap. Sekali lagi hati terasa miris melihat kenyataan ini, para koruptor yang sudah dengan semena-mena mengambil milik rakyat untuk kepentingan sendiri, dengan enaknya menikmati remisi seolah apa yg mereka lakukan hanyalah satu kesalahan kecil.

Seperti apapun pedih dan sakit hati kita melihat kenyataan-kenyataan di atas, dalam Idul Fitri kita diajak untuk tetap mengendalikan diri, bukan pada tempatnya kita dikuasai oleh emosi dan amarah. Tidak layak kita mengeluarkan kata-kata kasar dan sumpah serapah.

Semoga Idul Fitri membawa kedamaian dalam hati kita, perjuangan tetap dilanjutkan tapi dengan kepala dingin dan hati yg sejuk. Bukan dengan semangat menghakimi atau balas dendam, tapi mencari kebaikan untuk semua sesama.

Selamat Idul Fitri 1432H.