Wednesday, February 12, 2014

Ribut soal nama Kapal Perang KRI Usman Harun

Beberapa hari terakhir ini hubungan Indonesia dengan Singapura sedikit terusik dengan pemberian nama Usman Harun kepada sebuah kapal perang TNI AL.   Beberapa pejabat Singapura menyampaikan kekecewaan dan penyesalan atas pemberian nama tersebut, yg dianggap menunjukkan sikap tidak sensitif pemerintah Indonesia.

Pihak TNI AL dan presiden SBY secara jelas menyatakan bahwa keputusan pemberian nama tersebut tidak akan ditarik kembali.

Bagi saya pokok soalnya bukan di situ, kalau hanya bersikukuh soal pemberian nama itu hal yang mudah, tidak ada sulitnya, dan Singapura juga saya kira masih cukup bijak untuk tidak mempermasalahkan lebih jauh.

Tapi menurut saya, ini adalah waktu yang tepat bagi kita semua terutama tentunya presiden dan pemerintah untuk merefleksi diri kembali, seperti apa posisi negara kita di dunia internasional, terutama di hadapan negara-negara tetangga. Apakah kita mau menjadi negara yang besar, berdaulat, berwibawa dan tentunya mempunyai kekuatan (sehingga tidak bisa dipandang sebelah mata oleh negara lain).

Sekali lagi kalau kita bicara soal kedaulatan, mau tidak mau kita harus bicara soal kekuatan, kekuatan di sini pertama-tama bukan kekuatan militer tapi kekuatan ekonomi. Kenapa ? Karena di era globalisasi sekarang ini medan perang bukan lagi dengan tank di darat atau laut dan udara, medan perang ada di dunia bisnis atau perang ekonomi.

Fakta menunjukkan bahwa sekarang ini kita sudah dikuasai oleh asing termasuk Singapura dan Malaysia, silakan Anda cek sendiri bank-bank dan perusahaan telko di Indonesia sudah dikuasai Singapura dan Malaysia.  Jadi tidak ada alasan bagi presiden SBY untuk merasa bangga dan besar kepala bahwa beliau secara tegas tetap pada pemberian nama kapal perang KRI Usman Harun. Hal tersebut tidak membuktikan apapun.

Jika Indonesia ingin menjadi negara yg berdaulat, berwibawa dan dihormati oleh negara lain terutama negara-negara tetangga dekat, maka yang harus dilakukan adalah melakukan pembangungan ekonomi.

Dan pembangunan ekonomi hanya bisa dilakukan jika pemerintah bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, dan jika hukum dilaksanakan dan ditegakkan tanpa pandang bulu.  Pemerintah hanya bisa bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme serta menegakkan hukum .jika dipimpin oleh seorang presiden yang (tidak hanya) bersihtapi juga tegas, berani serta punya visi.