Wednesday, June 10, 2009

Sengketa Ambalat - Indonesia bisa apa ?

Minggu-minggu terakhir ini kita kembali dibuat jengkel dengan kasus Ambalat. Setelah berhasil merampas Sipadan-Ligitan, mengklaim reog Ponorogo sebagai budaya asli Malaysia, bersikap sewenang-wenang terhadap para TKI di Malaysia. Sekarang Malaysia berulah lagi dengan mencoba merampas Blok Ambalat yang kaya minyak.

Sebagai orang Indonesia tentu kita bertekad mempertahankan Ambalat, itu suatu hal yang sudah jelas, tidak perlu dipertanyakan lagi.

Tapi pertanyaannya adalah: apakah yang bisa kita lakukan ? seberapa kuat kita ? seberapa mampu kita ? seberapa beraninya kita ? Melihat ribuan TKI dihina dan diperlakukan sebagai binatang juga pemerintah tidak berbuat apa-apa, menanggapi reog Ponorogo yang diklaim sebagai budaya Malaysia juga pemerintah tidak bereaksi. Melihat manuver kapal Malaysia di perairan Ambalat, TNI AL sudah mencoba menghalau tapi akan mampu seberapa jauh ? Sedangkan persenjataan kita mungkin hanya separuh saja yang masih layak digunakan.

Saya kira ada dua hal yang perlu menjadi pokok pemikiran kita semua:
1. Seberapa besar tekad kita untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat bangsa
2. Seberapa besar kekuatan/kemampuan kita untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat bangsa.

Dua hal di atas merupakan prasyarat mutlak untuk menjaga kedaulatan kita sebagai bangsa dan negara. Keduanya merupakan aspek yang sangat erat berkaitan satu sama lain. Kekuatan tekad tentu akan berdampak langsung pada kekuatan kita, tapi tekad saja tidak cukup. Karena kekuatan mencakup dimensi yang sangat luas, mulai dari ekonomi, ideologi sampai ke kekuatan fisik angkatan bersenjata.

Di sinilah kita perlu prihatin. Ekonomi negara kita ambur adul, pembangunan berbasis hutang menyebabkan ketergantungan pada pihak asing dan Indonesia sudah terperangkap dalam jerat hutang negara-negara asing. Secara ekonomi kita sudah sangat lemah. Berhadapan dengan Malaysia, kita sudah "dijajah" secara ekonomi. Perusahaan telco yang mempunyai peranan sangat vital (XL) sudah dikuasai Malaysia, belum lagi perbankan. Bank CIMB Niaga dikuasai Malaysia lewat Bumiputera-Commerce-Holding-Berhad (BCHB).

Karena ekonomi terpuruk, tidak ada anggaran cukup untuk memelihara angkatan bersenjata yang kuat. Karena tidak ada angkatan bersenjata yang kuat, maka kita tidak mampu berbuat apa-apa, ketika maaf -tetangga buang kotoran di pekarangan kita-. Itulah yang sudah terjadi saat ini, kapal-kapal perang Malaysia sudah berlalu lalang seenaknya di perairan Ambalat, tanpa takut sedikitpun pada patroli TNI AL.

Saya tidak ingin berandai-andai, tapi pepatah mengatakan "siapa yg ingin damai harus siap berperang". Bahasa kasarnya mungkin begini, "bila Anda tidak siap perang, maka lawan akan menjajahmu dan Anda tidak bisa hidup damai". Marilah kita jujur, dengan kondisi bangsa seperti sekarang apakah kita siap berperang ?, kondisi persenjataan sudah usang dan tidak layak lagi. Dalam kurun waktu satu tahun terakhir saja sudah berapa pesawat terbang dan helikopter yang jatuh.

Saya bukan pengamat militer dan tidak tahu perimbangan kekuatan bersenjata Indonesia-Malaysia. Yang saya tahu kapal-kapal TNI AL sudah berusia lanjut, yang baru hanyalah beberapa korvet dari Belanda. Kapal selam seingat saya hanya ada dua type 209 ex Jerman. Di lain pihak Malaysia baru saja menerima dua kapal selam baru kelas Scorpene dari Perancis. Scorpene adalah kapal selam type baru yang bisa menyelam hingga kedalaman 300 meter. Seandainya terjadi perang laut di perairan Ambalat, saya tidak yakin Indonesia mampu menjaga harkat dan martabatnya.

Gambar diambil dari Harian Kompas, 4 Juni 2009.

Sunday, June 07, 2009

Duka Cita atas Pembunuhan Gajah - Kapan kita akan bersyukur ?


Indonesia adalah negara yang kaya raya dengan sumber daya alam yg berlimpah-limpah. Pertambangan minyak, emas, batu bara, kandungan gas alam dan panas bumi. Belum lagi keanekaragaman hayati, ribuan jenis species hewan liar dan tumbuhan hidup di Indonesia.

Sayang sekali bahwa kekayaan alam yang berlimpah-limpah itu tidak disyukuri, tapi justru disia-siakan. Tambang emas dan minyak dijual murah ke negara asing. Demikian pula sumber daya alam lainnya, bahkan pulaupun dijual. Hutan rimba belantara dijarah untuk kepentingan segelintir orang saja. Sementara pemerintah dan aparat keamanan tutup mata, entah karena tidak tahu, tidak mau tahu atau justru pemerintah dan aparat keamanan sendirilah yang mengambil keuntungan dari situ ?

Sekali lagi seharusnya kita patut bersyukur bahwa di hutan-hutan di Sumatra Selatan, Jambi, Bengkulu masih hidup hewan-hewan liar seperti gajah. Tapi entah apa yang ada dalam benak orang Indonesia ini, gajah-gajah liar tak berdosa ini bukannya dilindungi, dipelihara dan dijaga supaya tidak punah, tapi justru banyak dibunuh.

Dalam bulan Mei-Juni 2009 ini saja, tercatat sekurang-kurangnya 4 ekor gajah telah mati dibunuh (pls cek harian Kompas edisi 30 Mei, 2 Juni dan 6 Juni 2009).

Sedih dan miris rasanya hati ini membaca berita seperti itu. Dan ternyata ini bukan peristiwa pertama, kasus-kasus ini sudah terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu, dan mungkin sudah puluhan gajah yang tewas menjadi korban.

Semakin menyedihkan lagi bahwa ternyata gajah ini bukan satu-satunya hewan yang menjadi korban. Beberapa bulan lalu juga beredar berita harimau Sumatra yang mati dibunuh, ada lagi kasus bayi harimau yang dicuri dari induknya. Saya jadi teringat beberapa tahun yang lalu sekelompok peneliti dan pencinta alam mencoba mencari sisa-sisa harimau Jawa. Tapi mereka tidak pernah menemukan hewan malang tersebut, yang ditemukan hanya sisa-sisa kotorannya saja, kalau saya tidak salah di Taman Nasional Meru Betiri ? Akhirnya "secara resmi" dinyatakan bahwa harimau Jawa sudah punah.

Akankah gajah dan harimau Sumatra juga akan mengalami nasib yang sama ? Tidakkah pemerintah terpanggil untuk melestarikan sisa-sisa kekayaan hayati ini ?

Gambar di atas memperlihatkan seekor gajah jantan yang mati diracun di Riau, 8 Mei 2009, sumber: http://foto.detik.com

Friday, June 05, 2009

Pemimpin seperti apa yang dibutuhkan Indonesia ?

Pertanyaan mendasar utama bangsa ini: apa yg dibutuhkan Indonesia, sdh terjawab. Indonesia membutuhkan seorang pemimpin yang tepat, yang mampu membangun kembali Indonesia bangkit dari keterpurukan.

Pertanyaan lanjutan muncul, pemimpin seperti apa yang dibutuhkan oleh Indonesia ? Pertanyaan ini sangat aktual saat ini, menjelang Pemilu Presiden, Juli mendatang. Apa figur pemimpin yang kita butuhkan sudah ada dalam karakter para calon presiden yang ada ?

Kalau saya boleh mereka-reka, menurut saya pemimpin ideal Indonesia seharusnya mempunyai karakter:
1. tulus, jujur dan bersih >
2. berani dan tegas namun adil >
3. tenang dan diplomatis >
4. cerdas dan peka >