Thursday, September 24, 2009

Orang Indonesia yang Beragama

Anda mungkin akan tergelitik membaca judul posting ini. Saya sendiri menuliskannya setelah tergelitik oleh sebuah kolom di majalah Tempo, tulisan A. Mustofa Bisri yg berjudul Kiai dan Pesantren Indonesia.

Intinya Bisri mau mengatakan bahwa sebagai orang beragama, seyogyanya pertama-tama kita menyadari "keIndonesiaan" kita. Demikian rumusannya:
Para kiai ”model dulu” selalu menanamkan kepada santrinya bahwa mereka adalah orang Indonesia yang beragama Islam; bukan orang Islam yang kebetulan berada di Indonesia. Orang Islam yang kebetulan di Indonesia boleh jadi tidak peduli apa pun yang menimpa Indonesia, tapi orang Indonesia yang beragama Islam tidak bisa tidak memikirkan dan berjuang bagi kebaikan Indonesia. Kecuali mungkin orang yang terbalik akalnya.

Hal yg sama saya kira juga berlaku bagi umat beragama lain baik Katolik, Kristen, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu.

Wednesday, September 16, 2009

Seberapa berani SBY Memberantas Korupsi


Saya punya satu keyakinan bahwa akar masalah dari keterpurukan negara ini adalah korupsi. Citra Indonesia sebagai negara terbelakang dan bagaimana Indonesia dipandang sebelah mata oleh negara lain (misalnya dan terutama oleh Malaysia) disebabkan karena kelemahan pertahanan negara ini. Dan kelemahan pertahanan disebabkan karena keterbatasan anggaran yg sdh habis terserap oleh korupsi.

Pertanyaannya seberapa berani dan seberapa besar komitmen Presiden SBY memberantas korupsi ? Jangan-jangan benar tuduhan banyak pihak bahwa SBY penakut, peragu dan tidak tegas ?

Kisruh antara KPK dengan POLRI saya kira bisa menjadi salah satu contoh indikasi hal tersebut.
Berita yg lebih detail bisa dibaca di harian Kompas hari ini berjudul "Presiden Perlu Segera Turun Tangan"

Saturday, September 12, 2009

Menghadapi ancaman Scorpene Malaysia


Pada posting bertanggal 10 Juni 2009 sdh saya singgung soal kapal selam Scorpene milik Malaysia.

Harian Kompas edisi hari ini memuat artikel berjudul "Scorpene dan demam Kapal Selam", bhw di kalangan para pengamat militer kapal selam masih dianggap sebagai senjata maut yg mematikan dan menakutkan.

Dengan datangnya Scorpene, ancaman dari Malaysia terhadap kepulauan Indonesia menjadi semakin nyata. Dua kapal selam mutakhir dengan torpedo berat Black Shark tersebut jelas bukan tandingan kapal-kapal TNI AL. Sedangkan kapal selam Indonesia juga sudah ketinggalan jaman (dua buah type 209 ex Jerman tahun 1981). Seperti kita tahu pepatah mengatakan bhw cara terbaik menghadapi kapal selam adalah menggunakan kapal selam.

Apa yang harus dilakukan Indonesia ?

Berhentilah korupsi, korupsi membuat negara menjadi miskin terjebak hutang. Korupsi mendorong ketergantungan kita ke luar negeri, korupsi menyia-nyiakan devisa dan uang rakyat. Bila negeri ini bebas korupsi, saya yakin Indonesia masih punya sisa anggaran cukup untuk pengadaan persenjataan yang memadai.

SBY vs Munir

Mungkin Anda akan tertawa membaca judul posting ini. SBY lawan Munir, memangnya siapakah Munir itu sehingga bisa dibandingkan dengan SBY.

Munir bukan siapa-siapa, bukan pejabat, bukan jenderal, bukan orang kaya dan tidak punya kuasa. Sosoknya kecil kurus dan tidak menarik.

Tapi dibalik itu semua, ada hati yang tulus, tekadnya untuk menegakkan keadilan dan hak asasi manusia. Ada semangat untuk membela kebenaran dan kemanusiaan. Dan lebih lagi ada keberanian dan nyali setebal baja.

Dalam suatu wawancara, Munir menceritakan bagaimana dia menghadapi berbagai teror dan ancaman pembunuhan, tidak hanya Munir yang diteror tapi juga orang tua dan keluarganya. Semua teror dan ancaman yang dialami Munir tidak pernah diceritakan atau diungkapnya ke publik. Alasan Munir, "...kalau saya ceritakan ke orang lain, maka si pen-teror itu telah berhasil menyebarkan teror dan ketakutan ke banyak orang..." begitu kira-kira katanya.

Ancaman yang dihadapi Munir bukan main-main dan bohong, terbukti akhirnya dia mati dibunuh dengan racun arsen dalam penerbangan ke Amsterdam, lima tahun yg lalu.

Munir sudah mati, tapi saya yakin cita-cita luhur dan keberaniannya tidak pernah mati, justru semakin hidup dan berkobar di dalam hati kita semua.

Thursday, September 10, 2009

Mengenang Munir - Ia yang Senantiasa Hadir






Tanggal 7 September lima tahun yang lalu adalah hari wafatnya Munir, seorang sederhana bersosok kecil namun bernyali baja dan bercita-cita mulia akan keadilan dan penghormatan atas hak asasi manusia.

Saya ingin mengutip pernyataan Munir yg dimuat di satu kolom di Kompas hari ini 10 September 2009 (halaman 4), sebagai kenangan dan penghormatan atas Munir.

"Hak asasi manusia dalam konteks solidaritas kemanusiaan telah menciptakan bahasa universal dan setara yang melampaui ras, gender, sekat-sekat etnik atau agama. Itulah jalan di mana kita berada di pintu gerbang untuk berdialog bersama dengan semua orang dari berbagai kelompok sosial dan ideologi" (Munir, 1965-2004).

Monday, September 07, 2009

Indonesia 2025

Sebuah bangsa bisa menjadi bangsa yg besar, jika berani punya mimpi besar dan -tentu saja-keberanian dan tekad baja untuk mewujudkan mimpi besar tersebut.

Dalam pidato kenegaraan di depan DPR, 14 Agustus 2009 lalu, presiden SBY menawarkan sebuah mimpi tentang Indonesia di tahun 2025. Telah ditetapkan 10 sasaran yg hendak dicapai.

Dalam kolomnya di majalah Tempo, Ignas Kleden, seorang ahli sosiologi mengkritisi cita-cita dan mimpi Presiden SBY. Paparan dan argumennya sangat menarik dan mengena menurut saya. Dalam posting ini saya tidak ingin menelaah lebih jauh visi tersebut, tapi saya ingin sampaikan pengamatan langsung secara sederhana atas apa yg terjadi di hadapan kita.

Saya ingin menyoroti beberapa saja dari kesepuluh butir cita-cita SBY tersebut. Pertama, penegakan hukum dan ketertiban secara konsisten (butir no. 4). Seberapa besar komitmen pemerintahan SBY dalam menegakkan hukum ?, terbukti hingga saat ini masih banyak kasus pelanggaran HAM berat yg tidak ada penyelesaian hukumnya, termasuk kasus pembunuhan Munir.

Kedua: pertumbuhan ekonomi yg terus terjaga dengan kemampuan yg makin mandiri (butir no. 5). Lagi seberapa besar komitmen pemerintah SBY dalam meningkatkan kemandirian ekonomi ?, terbukti seliuruh kebijakan pemerintah yg ada saat ini justru tidak memberi peluang atas berkembangnya ekonomi rakyat ?

Ketiga: tata kelola pemerintahan yg baik dan pemberantasan korupsi (butir no. 7). Sekali lagi seberapa besar komitmen dan keberanian presiden SBY dalam menegakkan tata kelola pemerintahan yg baik dan pemberantasan korupsi. Dua kasus besar yg baru terjadi akhir-akhir ini menjadi indikasi atas ketidak-tegasan presiden SBY: kasus Bank Century dan kasus penggembosan KPK.

Saya kira cukup 3 contoh kasus di atas menjadi dasar untuk mempertanyakan komitmen presiden SBY. Akhirnya mimpi sebesar, setinggi dan seindah apapun tidak ada artinya bila tidak dibarengi dengan tekad kuat untuk mewujudkannya. Akhirnya jadi seperti si Kabayan yang mimpi di siang bolong sambil tiduran di pinggir ladang.

Perlu kebijakan Berani


Menyambung posting saya per-25 Agustus 2009. Harian Kompas pada tanggal tersebut menurunkan headline yg saya kutip menjadi judul posting ini. Perlu kebijakan berani.

Untuk menerbitkan kebijakan yang pro rakyat dan yang memberi peluang tumbuhnya ekonomi rakyat, sebetulnya hanya dibutuhkan satu hal yaitu niat baik dan keberanian. Apakah pemerintah punya niat dan punya keberanian untuk itu ?


Kita dengar dan lihat bahwa selama ini Presiden SBY sering dituduh sebagai: peragu, penakut. lamban dsb. Sekarang akan kita lihat sendiri apakah hal-hal yg dituduhkan itu benar adanya, atau sekedar tuduhan tanpa dasar.