Wednesday, December 30, 2015

Mari Berpikir Kritis

Salah satu sebab kenapa bangsa Indonesia terpuruk, menurut saya, adalah karena kita malas berpikir, tepatnya berpikir kritis.  Banyak hal atau segala hal (informasi/pendapat/gagasan/ide) diterima begitu saja tanpa dicerna, dipelajari dan dipahami terlebih dahulu.  Kenapa kita harus berpikir kritis ? (nah, kenapa harus berpikir kritispun tetap harus dikritisi juga).

Kita hidup di era informasi, dimana semua orang bisa membuat dan mengirimkan informasi apapun melalui media apapun dan kapanpun.  Kita dibanjiri dengan ratusan bahkan ribuan informasi setiap hari.  Jika tidak kita pilah secara kritis, percaya deh, waktu Anda akan habis dan Anda bisa-bisa justru semakin bodoh.

Masalah yg lebih berat kita hadapi, bhw pihak-pihak yg -secara tradisional- kita anggap sebagai sumber informasi yang baik dan terpercaya, misalnya pemerintah, aparat keamanan atau lembaga agama ternyata tidak lagi merupakan sumber yang layak dipercaya.

Lalu kepada siapa kita harus percaya ? jika bahkan pemerintah dan lembaga agamapun tidak bisa dipercaya. Apakah layak kita percaya pada penilaian kita sendiri ?  (kritisi pendapat sendiri !).  Silakan Anda renungkan.

Di sinilah perlunya kita membangun sikap kritis yang tentu ada dasar berpikirnya, rasional dan logis.  Otomatis Anda juga harus berlatih berpikir logis dan rasional dan untuk itu dibutuhkan pikiran yg terbuka (open minded).  Sebagai contoh jika ada pertentangan antara Sunni dengan Syiah, maka dengan pikiran terbuka Anda harus mempelajari dan memahami apa itu Sunni dan apa itu Syiah, dan tidak cukup hanya Sunni dan Syiah di Indonesia tapi juga di tanah kelahirannya di Timur Tengah, pelajari sejarahnya, pelajari ajarannya, gerakannya, dampaknya dll dan barulah Anda punya cukup dasar logis dan rasional untuk memberikan penilaian.

Berpikir terbuka berarti Anda harus bebas nilai dan tidak boleh memihak pada golongan, suku, agama tertentu. Contoh jika Anda menyaksikan pertentangan antara Ahok dengan Haji Lulung misalnya, jangan karena Anda seorang Betawi Muslim lalu serta merta membela Haji Lulung atau sebaliknya Anda mendukung Ahok hanya karena Anda seorang Kristen.  Secara kritis Anda harus mencari informasi lengkap dan akurat tentang kedua pihak yg bertentangan tersebut, siapa mereka, apa yg mereka lakukan. Dalam hal ini Anda juga harus tetap hati-hati dengan sumber informasi Anda, gunakan sumber informasi yg beragam dari berbagai pihak, gunakan juga sumber informasi alternatif.  Jangan melulu menggunakan data dari Kompas misalnya, lihat juga data dari Harian Republika, Koran Tempo, Suara Pembaruan dll.  Jangan hanya MetroTV, saksikan juga liputan dari TV One, RCTI, SCTV dan lain-lain. 

Setelah tersedia banyak sumber informasi dan sikap kritis serta bebas nilai sdh tertanam dalam benak Anda, berikutnya adalah melatih kemampuan analisa yg kritis, rasional dan logis.  Untuk ini dibutuhkan stamina yg tinggi terutama untuk membaca dan mempelajari banyak sumber informasi dan bacaan, di balik itu terlebih dulu harus ada kerinduan akan kebenaran dan tentu saja rasa ingin tahu yg mendalam.

Selama Anda merasa belum punya cukup informasi untuk membuat analisa yg tepat dan membuat kesimpulan yg akurat, seyogyanya janganlah sekali-sekali menghakimi seseorang atau pihak tertentu. Bahkan sekalipun Anda sdh merasa lengkap dan final dengan penilaian Anda, tetaplah berhati-hati dalam menyampaikan gagasan dan pendapat Anda. Namun setidak-tidaknya Anda sdh punya atau merasa punya cukup pengetahuan dan pemahaman, yang kemudian pasti bisa digunakan untuk hal yg bermanfaat.

Jika kebiasaan berpikir kritis - logis - rasional ini sdh kita bangun dan latih, maka kita akan sangat terbantu dalam melakukan penilaian dan pengambilan keputusan dalam banyak hal, baik dalam hal penting misalnya memilih presiden pada Pemilu, investasi membeli rumah, memilih sekolah untuk anak maupun dalam hal-hal sederhana dalam hidup sehari-hari misalnya bagaimana bergaul dengan tetangga atau membeli buku misalnya.

Kembali ke awal tulisan ini, lalu apa hubungannya bhw sikap malas berpikir kritis telah membuat bangsa ini menjadi terpuruk ?

Ketidakmampuan atau kemalasan bangsa ini berpikir telah membuat kita kehilangan fokus yg sesungguhnya atas suatu masalah.  Dalam kasus Setya Novanto contohnya, publik bersorak-sorak senang ketika melihat Novanto mengundurkan diri, Sudirman Said jadi pahlawan bahkan mendapat penghargaan dari KPK.  Masyarakat yg malas berpikir dan pelupa tidak sadar bhw masalah Freeport jauh lebih besar daripada rekaman pembicaraan Novanto minta saham. Isu sesungguhnya adalah bagaimana rakyat negeri ini bisa menjadi tuan atas emas di Grassberg.    Jika pemerintah cerdas dan berpihak pada rakyat, maka pemerintah harus fokus menghadapi Freeport di arbitrase internasional, strategi apa yg harus disiapkan, argumen apa, data-data dan bukti-bukti apa yg harus disiapkan, dan bukannya membiarkan para mentri sibuk membuat pernyataan sendiri-sendiri yang saling bertentangan.  

Contoh nyata yg lain adalah bahwa karena malas dan tidak mampu berpikir kritis maka masyarakat kita ini sangat mudah dipecah belah dan dibelokkan perhatiannya ke isu pengalih perhatian. Saya amati bahwa masyarakat Indonesia saat ini jauh lebih intoleran dibandingkan dengan katakanlah 20 tahun yg lalu.  Konflik horisontal dengan mudahnya meletus membuat publik lupa atau teralih perhatiannya dari isu sesungguhnya.  Konflik antar agama antara Sunni dengan Syiah atau Ahmadiyah atau antara Kristen dengan Islam sering terjadi tapi demo anti korupsi misalnya jarang terjadi, bahkan dalam Pemilu Kepala Daerah seorang calon yg jelas-jelas terindikasi korupsi masih bisa terpilih menang.  Publik yg tak mampu berpikir kritis tak mampu mengambil keputusan yg tepat.

bersambung 

Tuesday, December 08, 2015

Freeport, Indonesia dan Dagelan Para Tikus Bodoh












Minggu-minggu terakhir ini publik Indonesia dibuat heboh dengan laporan atau pengaduan Menteri Sudirman Said ke MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) DPR terkait rekaman pembicaraan antara Setya Novanto (Ketua DPR), Maroef Sjamsoeddin (Direktur Freeport Indonesia) dan  Riza Chalid seorang pengusaha.  Pasalnya dalam rekaman tersebut Novanto dan Chalid mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk meminta sejumlah saham Freeport.

Bagi saya dan mungkin juga bagi Anda dan banyak orang lain, ini adalah dagelan dari sejumlah orang bodoh yang serakah, menjijikkan, tidak peduli pada wibawa dan kedaulatan bangsa dan semata-mata mencari keuntungan untuk diri sendiri. 

Jika Setya Novanto bisa berpikir jernih, bersih dan jujur, maka dia tentu tidak akan mencoba mengambil keuntungan dari situasi kacau ini.  Sebaliknya harusnya Novanto berpikir kritis, apa yang sdh didapatkan oleh Freeport selama ini, apa yang sudah didapatkan oleh rakyat Indonesia, bagaimana kekayaan tambang Grassberg ini bisa lebih besar lagi memberi kontribusi bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Ada beberapa hal menarik yang sebetulnya sangat penting menjadi perhatian kita semua (tapi mungkin kita luput melihatnya, karena kita sibuk mengamati dagelan tidak lucu dari Setya Novanto dan Sudirman Said).

1. Freeport secara jelas mengancam Indonesia, jika kontrak tidak diperpanjang akan membawa perkara ini ke arbitrase internasional.
2. Dari rekaman pembicaraan antara Novanto dan Chalid juga jelas disebutkan bhw Jokowi akan jatuh (atau dijatuhkan ?) jika berani menghalangi perpanjangan kontrak Freeport.
3. Sudirman Said sebagai pihak yg mengadukan Setya Novanto ke MKD DPR juga bukan orang bersih, terbukti bahwa Sudirman telah mengirimkan surat ke Freeport yang mengindikasikan dukungan Said ke Freeport, hal yang tdak layak dilakukan oleh pemerintah, yang seharusnya mendahulukan kepentingan rakyat.
4. Jika Jokowi cerdas, beliau harus menertibkan jajaran kabinetnya agar secara tegas dan jelas dengan satu suara membuktikan keberpihakannya kepada rakyat. Jangan sampai di antara jajaran menterinya satu sama lain membuat pernyataan yang saling bertentangan.
5. Jika Jokowi cerdas dan berniat tulus, beliau harus membuat strategi menghadapi Freeport ini, jika kontrak karya tdk diperpanjang, apakah pemerintah Indonesia sdh siap menghadapi tuntutan Freeport di arbitrase internasional ?  Perlu diingat bahwa tidak mustahil selama kerja sama ini Freeport sudah "diperas" oleh pemerintah atau para oknum aparat pemerintah, hal ini bisa menjadi amunisi bagi Freeport untuk memenangkan kasus di arbitrase internasional.

Singkat kata, jelas sekali bahwa pemerintah (Jokowi dan para menterinya) serta DPR dan segala perangkat pendukungnya saat ini sudah salah fokus dan gagal bersikap bijak menghadapi masalah Freeport ini. Bukan hanya Setya Novanto dengan aksinya yang tidak tahu malu tapi Sudirman Said juga telah melakukan hal yang tidak kalah buruknya.   Inilah dagelan para tikus.