Sunday, April 22, 2018

Jakarta Mengerikan

Ini adalah posting setelah lebih dari satu tahun absen, dengan alasan klasik kesibukan pekerjaan. Beruntung bahwa saya masih ingat user login dan password untuk masuk ke Blog ini.

Mengawali posting ini, perlu saya tegaskan di awal bahwa saya bukan pendukung atau penentang Ahok, juga bukan pendukung atau penentang Anis. Saya adalah warga Jakarta biasa, yang mendambakan kota Jakarta yang maju, tertib, manusiawi, aman dan nyaman ditempati, lepas dari siapapun gubernurnya saya tidak peduli.

Satu kata menggambarkan keadaan ibu kota Indonesia saat ini, Jakarta Mengerikan ! (dengan tanda seru).  Mungkin terdengar aneh atau kasar, tapi saya belum menemukan istilah lain yg lebih tepat untuk menggambarkan kondisi Jakarta saat ini.

Ada beberapa alasan dibalik pernyataan tersebut.

Pertama, (meskipun saya bukan pendukung Ahok) saya tidak bisa menghargai upaya Anis meraih kekuasaan dengan menggunakan isu agama (dan sara). Soal ini saya kira Anda semua -jika mau jujur- akan mengakui cara-cara tidak fair dalam meraih kekuasaan tersebut.

Kedua, kemacetan di Jakarta sudah mencapai tingkat yang luar biasa, tidak masuk akal. Di beberapa kompleks bahkan kemacetan sudah terjadi sejak di depan rumah, jadi Anda mengeluarkan mobil dari halaman rumah dan masih di dalam kompleks sudah terhambat dengan kemacetan. 

Yang menjadi masalah saya kira bukan kemacetan itu sendiri tapi tidak adanya kebijakan atau strategi pemerintah daerah dalam mengatasi kemacetan tersebut. Sekali lagi ini bukan soal Anis, jika mau jujur kemacetan parah sudah terjadi sejak jaman Fauzi Bowo, dan sejak Fauzi Bowo hingga Ahok dan sekarang Anis tidak ada atau belum ada kebijakan yang tepat sasaran untuk menyelesaikan masalah kemacetan ini.  Tidak adanya kebijakan tersebut memberi kesan seolah-olah gubernur tidak peduli dengan masalah kemacetan ini

Saya tidak mengatakan bahwa pemerintah tidak berupaya mengatasi kemacetan tapi saya mau mengatakan bahwa pemerintah tidak punya kebijakan atau strategi yang tepat untuk mengatasi kemacetan ini. Pembangunan jalan baru berkilometer panjangnya dan pemangkasan pohon di jalur hijau untuk dijadikan jalan tidak akan pernah menyelesaikan masalah kemacetan sebab bukan itu akar masalahnya.  Akar masalah kemacetan adalah tidak adanya transportasi publik yang memadai, sehingga warga memilih menggunakan kendaraan pribadi baik itu sepeda motor atau mobil.

Jika gubernur cukup cerdas, beliau akan sadar bahwa untuk membangun transportasi publik yang baik di kota sebesar Jakarta ini, tidak ada pilihan selain membangun jalur kereta api. Mengingat tingginya biaya maka saya kira tidak perlu membangun kereta api bawah tanah, cukup memperluas jaringan KRL commuter yang saat ini sudah ada untuk rute terbatas Jakarta - Bogor dan Jakarta - Bekasi.  Pembangunan transportasi berbasis KRL ini juga bisa memanfaatkan produksi dalam negeri PT Inka, tidak perlu mengimpor kereta bekas dari Jepang.

Setelah program pembangunan jalur KRL baru, pemerintah juga harus menerapkan kebijakan pembatasan kendaraan pribadi, tidak hanya mobil tapi juga sepeda motor. Salah satu cara praktisnya adalah dengan melipat gandakan pajaknya, baik pajak pembelian maupun pajak tahunan untuk perpanjangan STNK. Dana yang dihimpun dari pajak, bisa digunakan untuk membiayai sebagian kebutuhan pembangunan KRL.

Ketiga, masalah banjir.  Ini juga masalah yang sudah berpuluh-puluh tahun terjadi dan tidak pernah ada solusi menyeluruh yang dilakukan. Pembangunan BKT (Banjir Kanal Timur) perlu dihargai meskipun terbukti belum menyelesaikan masalah banjir di Jakarta.  Khusus banjir ini perlu kerja sama dengan semua pihak termasuk pemerintah daerah kabupaten Bogor untuk pelestarian area resapan air hujan di Bogor, Puncak dan Cianjur.

Ada beberapa hal yang menurut saya menjadi tugas berat pemerintah daerah Jakarta, yaitu merawat dan memastikan saluran air, bersih dari hambatan sampah agar lancar, kemudian kampanye besar-besaran untuk menjaga kebersihan agar warga tidak membuang sampah sembarangan termasuk ke saluran air atau sungai. Kemudian lagi kampanye besar-besaran agar warga membangun biopori  atau setidaknya menyisakan ruang terbuka hijau di pekarangan rumah untuk meningkatkan resapan air tanah dan mengurangi kemungkinan terjadinya banjir.

Masih banyak masalah lainnya, tapi saya kira untuk saat ini tiga hal tersebut adalah yang paling krusial yang perlu mendapat perhatian kita semua.