Sebetulnya saya bukanlah penggemar theater, tapi beruntunglah saya pada hari Minggu malam, tgl 18 Nopember 07 kemarin seorang teman mengajak saya menonton lakon monolognya Butet berjudul Sarimin di Graha Bhakti Budaya, TIM. Beruntung karena tontonan tersebut lucu menghibur sekaligus mengingatkan saya bahwa masih banyak orang yg peduli terhadap negeri ini. Peduli dengan caranya sendiri, menyampaikan kritik dengan gayanya sendiri....
Singkat kata, lakon ini berkisah tentang hukum dan keadilan di Indonesia yang terbolak-balik, benar jadi salah, salah jadi benar, salah karena benar, karena Sarimin benar maka dia jadi salah sehingga harus masuk bui, untuk meringankan hukumannya, pengacara menganjurkan Sarimin untuk mengaku salah (meski Sarimin tidak bersalah), Sarimin yg lugu (bahkan membaca tulis saja tak bisa), tak dapat memahami logika hukum seperti itu.
Logika aparat hukum (dlm hal ini diwakili polisi dan hakim agung) ya terbolak-balik pula. Pedoman hukum bukanlah keadilan itu sendiri tapi siapa atau apa yang berkuasa.
Singkat kata, lakon ini berkisah tentang hukum dan keadilan di Indonesia yang terbolak-balik, benar jadi salah, salah jadi benar, salah karena benar, karena Sarimin benar maka dia jadi salah sehingga harus masuk bui, untuk meringankan hukumannya, pengacara menganjurkan Sarimin untuk mengaku salah (meski Sarimin tidak bersalah), Sarimin yg lugu (bahkan membaca tulis saja tak bisa), tak dapat memahami logika hukum seperti itu.
Logika aparat hukum (dlm hal ini diwakili polisi dan hakim agung) ya terbolak-balik pula. Pedoman hukum bukanlah keadilan itu sendiri tapi siapa atau apa yang berkuasa.
