Thursday, April 11, 2013

Soal BBM, Pemerintah Tidak Cerdas dan Tak Punya Visi

Konsumsi BBM yang sangat tinggi di Indonesia, sesungguhnya bukan masalah baru. Ini masalah klasik, sudah bertahun-tahun kita hadapi.  Setiap tahun pemerintah mengalokasikan anggaran negara yang cukup besar untuk membayar subsidi BBM ini. Reportase dari Koran Sindo tanggal 18 Maret 2013 menyampaikan bahwa volume BBM bersubsidi untuk tahun 2013 diperkirakan mencapai 46 Juta Kiloliter.

Problem bagi pemerintah adalah tingginya subsidi BBM ini yang membebani APBN, yang dari tahun ke tahun terus naik.  Solusi yang biasa dilakukan adalah menaikkan harga BBM, yang ujung-ujungnya menuai demo dari masyarakat dan memacu inflasi.

Yang lucu dan aneh adalah, selama bertahun-tahun pemerintah tidak pernah berhasil mengatasi masalah ini.  Jangankan mengatasi masalah, mengenali sumber masalahnya saja, saya kira pemerintah belum sampai. 

Di salah satu SPBU, ada spanduk seperti di bawah ini:

Atau kadang-kadang, di jalan raya Anda bisa menemukan mobil dengan stiker seperti ini:


Dua gambar di atas menunjukkan bahwa pemerintah tidak punya visi. Pertama bahwa masalah tingginya konsumsi BBM bukan masalah dari kendaraan dinas, instansi pemerintah dan TNI/POLRI.  Seandainya kendaraan dinas dilarang menggunakan BBM bersubsidi, kita hanya memindahkan pos pengeluaran anggaran dari semula subsidi BBM sekarang berpindah ke anggaran pembelian BBM di instansi pemerintah.

Bagaimana dengan ratusan ribu mobil lainnya, yang mayoritas adalah kendaraan pribadi, bukan bus umum atau truk.  Ratusan ribu kendaraan pribadi tersebut terus setiap hari terus mengkonsumsi ribuan liter bensin setiap hari, sekaligus mengotori udara dengan polusi dan menciptakan kemacetan di mana-mana.

Berita terbaru yang saya baca di media, bahwa Pertamina akan menggunakan teknologi IT untuk memonitor/membatasi pembelian BBM bersubsidi.  Setiap mobil akan dipasangi RFID, demikian pula setiap nozle pipa bensin di SPBU akan diberi RFID.  Setiap liter bensin yang masuk ke setiap mobil akan dimonitor dan dihitung, dengan demikian bisa diberi batas, pada satu angka tertentu secara otomatik pompa bensin akan mati tidak lagi bisa mengisi bensin pada mobil tersebut.

Solusi canggih sekaligus tidak tepat dan mubazir. 

Menurut saya, sekali lagi menurut saya, akar dari masalah ini adalah tidak adanya transportasi publik yang memadai, selama tidak ada transportasi publik yang memadai, selama itu pula banyak orang akan membeli kendaraan pribadi. Populasi mobil terus bertambah, kemacetan bertambah, polusi bertambah dan konsumsi BBM naik terus. Data BPS memperlihatkan dalam dua tahun saja (2009 - 2011) jumlah mobil pribadi bertambah lebih dari 20% atau lebih dari 1,6 juta mobil.

Menurut saya, sekali lagi menurut saya, pemerintah harusnya fokus pada bagaimana menyediakan transportasi publik yang baik dan memadai, yang massal, nyaman, tepat waktu dan cepat.  Dan transportasi massal yang baik seperti ini tidak harus kita menggunakan solusi yang mahal dan import dari luar negeri.  Cukup kita menggunakan teknologi KRL yang sudah bisa dibuat sendiri oleh PT INKA, teknologinya sederhana dan relatif murah kalau dibandingkan dengan subway misalnya. 

Jika transportasi publik yang bagus tersedia, saya yakin orang tidak akan berlomba-lomba membeli mobil pribadi, untuk apa beli mobil bagus dan mahal hanya untuk habiskan waktu berjam-jam di kemacetan.

Masalahnya adalah: seberapa cerdas pemerintah kita dan apakah pemerintah punya visi atau tidak.

Gambar di bawah memperlihatkan KRL produksi PT INKA.



No comments:

Post a Comment