Friday, January 16, 2015

Beriman Secara Cerdas

Saya merasa - entah benar, entah tidak -  bahwa semakin lama kehidupan beragama dan/atau toleransi beragama kita di Indonesia mengalami kemunduran.  Setidaknya itu yg saya rasakan, kalau saya bandingkan dengan keadaan waktu saya kecil (SMP - SMA) atau waktu kuliah dulu (beberapa belas tahun yang lalu).

Sepertinya masyarakat semakin terkotak-kotak, dan salah satu kotaknya adalah agama.  Terasa kental sekali pada saat pemilihan presiden kemarin, isu agama menjadi salah satu senjata untuk menjatuhkan lawan.  Hal serupa juga terjadi pada saat pemilihan gubernur DKI tahun 2007, terasa kuat sekali isu agama digunakan.  Sekarangpun sekelompok anggota masyarakat berusaha "menjatuhkan" Ahok, gubernur DKI dengan isu agama.

Kalau boleh saya berpendapat (mohon maaf jika terdengar kasar), bangsa kita tidak cerdas, malas berpikir, malas berpikir membuat kita menjadi bodoh, hilang sikap kritis, akhirnya mudah dihasut dan percaya begitu saja pada pandangan orang lain, meskipun argumennya lemah.

Sekali lagi menurut saya seharusnya kita beriman secara cerdas, apapun agama yg kita anut.  Cerdas dalam arti secara kritis memahami perintah agama berikut konteksnya.  Sekali lagi konteksnya.  Saya percaya bahwa apapun yg diperintahkan oleh agama (agama apapun), ada latar belakangnya ada konteksnya.  Menjadi kewajiban kita untuk mencari tahu konteks perintah tersebut.

Saya ingin memberi beberapa contoh, Islam mengijinkan poligami sampai maksimum 4 istri.  Dalam konteks apa poligami ini diijinkan ?  Tentu bukan untuk menuruti hawa nafsu, bisa menikahi banyak perempuan muda dan cantik.  Nabi sendiri adalah pelaku poligami tapi dalam kondisi apa, itu yg perlu kita pahami.

Contoh lain misalnya, ada hadits yang berbicara tentang jangan memilih pemimpin non muslim. Ini juga harus kita pahami konteksnya.  Dalam kasus ada banyak calon pemimpin muslim yg baik, saleh dan berkualitas, tentu lebih baik kita memilih pemimpin muslim.  Tapi dalam kondisi misalnya hanya ada dua calon: yg satu muslim tapi koruptor dan gemar "bermain perempuan" sementara satu lagi adalah non muslim tapi jujur, bersih dan berkompeten. Mana yg akan kita pilih ?

Dalam agama lain hal yg sama saya kira terjadi juga. Kristen misalnya tidak mengijinkan perceraian. Nah kalau misalnya suami Anda adalah seorang pemabuk, penjudi sekaligus penggangguran tak bertanggung-jawab, apakah Anda tetap akan mempertahankan perkawinan Anda.  Apakah mau menunggu sampai suami Anda bertobat ?

Contoh lain, saya ingin mengutip pernyataan Ustad Felix Siauw (saya ambil dari Twitter) sbb: "...membela nasionalisme gak ada dalilnya, gak ada panduannya, membela Islam jelas pahalanya, jelas contoh tauladannya..."  Membaca pernyataan seperti ini, kita harus kritis, meskipun diucapkan oleh seorang ustadz, apakah pernyataan itu bisa diterima, apakah masuk akal, apa dasarnya, dalam konteks apa, apakah ada konteks dimana pernyataan tersebut sahih ?   Sebagai pembanding, untuk memanfaatkan dan mengembangkan nalar yg kita miliki, silakan cek ulasan dari Warung Nalar.

Kejanggalan yg mirip terjadi juga di kalangan Kristen. Baca twit dari Pendeta Gilbert Lumoindong "Yoga bukanlah olah raga, yoga adalah penyembahan, anak-anak Tuhan hindarilah yoga, untuk tenang cukup berdoa, bukan dengan Yoga, TUHAN CUKUP.." saya tidak ingin berkomentar soal ini, silakan Anda gunakan nalar untuk menilai apa yang dikatakan oleh Gilbert.

Berikutnya ada sebuah blog yg memuat antara lain "Jual Beli yg Dilarang dalam Islam", perhatikan butir ke-3, saya kutip sbb: Di antara jual beli yang dilarang ialah, menjual berbagai macam alat musik.
Seperti seruling, kecapi, perangkat-perangkat musik dan semua alat-alat yang dipergunakan untuk perbuatan sia-sia. Meskipun alat-alat itu diberi istilah lain, seperti alat-alat kesenian. Maka haram bagi kaum muslim untuk menjual semua alat dan perangkat-perangkat itu. Seharusnya alat-alat tersebut dimusnahkan dari negeri kaum muslimin agar tidak tersisa. 


Silakan Anda mencerna dengan logika dan nalar Anda, kutipan blog di atas. Kenapa alat musik dikatakan haram, apa dasarnya.....

Diskusi ini bisa dilanjutkan hingga ke mungkin puluhan atau ratusan contoh lainnya. Dan semuanya adalah hal yg nyata kita alami dalam hidup sehari-hari.

Sekali lagi saya ingin mengajak kita semua untuk bersikap kritis, Allah menganugerahi kita otak untuk berpikir, gunakanlah itu.   Sayang sekali kita punya otak kalau tidak digunakan.

Kalau kita mampu berpikir kritis, meletakkan segala hal pada tempat dan konteksnya, maka kehidupan berbangsa dan bernegara harusnya tidak ada masalah.  Karena apa yang diajarkan oleh agama itu pasti baik, hanya kita saja yang salah menafsirkan.

Mari kita beriman secara cerdas, mudah-mudahan bangsa ini bisa menjadi maju, adil dan makmur. 

4 comments:

  1. artikelnya bagus, saya suka dengan bahasannya...

    terkadang kita terburu-buru memberi komentar, ulasan, atau pemikiran... saya sendiri seorang Hindu, dan tidak memperdalam YOGA.... Bagi saya, Ilmu agama tidak dangkal, agama sendiri saja belum (tak akan) habis untuk dipelajari, boro-boro mikirin agama lain... Marilah kita perdalam agama yang suci ini, dengan ketulusan hati, sebab Tuhan adalah Maha Segalanya...

    ReplyDelete
  2. artikel yang bagus, semoga bermanfaat

    ReplyDelete
  3. terima kasih, artikel yang bagus

    ReplyDelete