Monday, January 19, 2009

Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia terhadap Timur Tengah

Menilik konflik Timur Tengah yang hingga kini belum juga reda, kita mendapatkan kabar "sedikit gembira" bhw pihak Hamas dan Israel sepakat untuk melakukan gencatan senjata.

Sekali lagi dalam menyikapi konflik Arab-Israel atau tepatnya Palestina-Israel, saya ingin mengajak pembaca sekalian untuk melihatnya dari sudut pandang Indonesia, dalam hal ini kita lihat kebijakan politik luar negeri Indonesia terhadap kasus Timur Tengah tersebut.

Saya kira menarik sekali untuk mencermati pendapat Nono Anwar Makarim, seorang ahli hukum yang secara intens mengikuti perkembangan Timur Tengah, yg dipaparkan dalam Harian Kompas Minggu edisi 18 Januari 2009 kemarin.

Ada tiga butir menarik dari wawancara dengan Makarim, yg kalau disarikan kira-kira seperti berikut ini:
1. bahwa konflik Israel - Palestina bukanlah konflik agama
2. bahwa kebijakan politik luar negeri Indonesia sudah tepat dengan secara resmi mengutuk dan mengecam tindakan Israel melakukan serangan membabi buta ke penduduk sipil.
3. bahwa kondisi internal Indonesia sangat lemah, ada begitu banyak masalah di dalam negeri

Pertama, bahwa konflik Israel-Palestina bukanlah perang agama. Makarim berpendapat bahwa ini bukan perang agama, tapi perang politik dengan latar belakang etnis dengan sejarah yang panjang, tapi kedua belah pihak memang membiarkan kesan seperti itu. Israel ingin menunjukkan bahwa Islam susah diajak ngomong, sementara Palestina merasa lebih mudah memobilisasi dukungan dari mayoritas negara muslim bila ini dianggap sebagai perang agama.

Kedua, bahwa kebijakan luar negeri Indonesia sudah tepat dengan menyampaikan kecaman resmi. Setidaknya menurut saya pada momen ini pemerintah Indonesia bersikap cukup cerdas.

Ketiga, Makarim mengatakan: "Keadaan kita ini payah...ya ampun ! Kita tak kuat. Kita terlalu banyak problem dalam negeri. Paling dekat Pemilu 2009" Saya sangat terkesan dan setuju sekali dengan pernyataan ini. Boleh saya tambahkan: Kita terlalu banyak problem dalam negeri, dan seyogyanya kita selesaikan itu dulu sampai kita cukup punya independensi - kemandirian, barulah kita boleh sisihkan perhatian untuk masalah-masalah internasional. Contoh gamblang: kita harus jadikan negara ini kuat, independen dan percaya diri, barulah boleh bersikap - kalau berani seperti Hugo Chavez dari Venezuela yg dengan lantang menyerukan kritik pedas ke Amerika Serikat. Kapan presiden Indonesia berani bersikap seperti itu ? Walahualam.

No comments:

Post a Comment