Sunday, September 14, 2014

Mempertanyakan Kebijakan Presiden SBY

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada bapak Presiden, siapapun presiden yg menjabat entah itu pak SBY atau pak Jokowi, saya kira kita harus selalu kirits menyikapi kebijakan pemerintah. Apakah kebijakan itu tepat dan kenapa kebijakan tersebut harus diambil.

Terus terang saya sangat kaget membaca berita utama di Harian Warta Kota, Rabu, 10 September 2014 lalu. Bunyi beritanya: "Mobil Dinas Menteri Baru Rp 1,8 Milyar, pengadaan oleh pemerintah SBY, Jokowi tak setuju pengadaan mobil baru".

Di saat kondisi ekonomi negara sedang terpuruk seperti ini, kok tega-teganya mengambil keputusan seperti itu.   Apa urgensinya membeli mobil baru seharga Rp 1,8 Milyar.  Mobil seharga Rp 500 Juta saja sudah sangat mewah.  Jargon-jargon pak SBY yang selama ini seolah-olah peduli pada kesejahteraan rakyat jadi hilang tak berbekas.  Sebetulnya ini bukan peristiwa pertama, sebelumnya kebijakan pemerintah SBY untuk membeli pesawat kepresidenan juga membuat saya heran tak habis pikir.  Juga kemudian pembelian sekian ratus tank Leopard II dari Jerman.

Selama pemerintahan SBY begitu banyak kasus pengeluaran uang negara dengan cara yang -menurut saya- tidak layak, lebih tepat disebut menghambur-hamburkan uang rakyat untuk keperluan yang tidak urgen dan tidak langsung berkaitan dengan kesejahteraan rakyat, namun lebih pada citra dan prestise saja.

Semakin kaget lagi saya ketika membaca Harian Koran Jakarta Minggu, 14 September 2014. Kolom "Perspektif" di halaman 2 berjudul "Transparansi Utang Negara"   Di situ disebutkan bahwa pada akhir tahun 2012 utang luar negeri Indonesia sebesar Rp 2.156 Trilyun dan pada akhir 2013 besarnya Rp 2.652 Trilyun, jadi selama tahun 2013 saja, pemerintah SBY telah menambah utang sebesar hampir Rp 500 Trilyun.

Saya tidak punya komentar atas hal ini, selain kaget bercampur heran dan bingung, bagaimana penjelasan pak SBY atas hal ini, dan bagaimana dalam kondisi keuangan seperti itu pemerintah SBY masih sempat mengadakan pembelian pesawat kepresidenan (yang menurut saya tidak perlu), juga ratusan tank Leopard II (yang juga menurut saya tidak mendesak) dan mungkin ada banyak lagi keputusan pembelian lain yang kita tidak tahu karena tidak pernah dipublikasikan ke rakyat banyak para pembayar pajak.

No comments:

Post a Comment